REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan pengusaha mendesak pemerintah untuk melakukan perpanjangan periode pertama amnesti pajak, yang semestinya berakhir pada 30 September mendatang. Perpanjangan ini dimaksudkan agar wajib pajak memiliki waktu lebih lama untuk menyerahkan Surat Pernyataan Harta (SPH) dengan tarif tebusan paling minimum yakni dua persen.
Menanggapi permintaan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah masih berpegang pada Undang-Undang Pengampunan Pajak yang di dalamnya tidak menyantumkan opsi bagi pemerintah untuk melakukan perpanjangan periode amnesti pajak. Sri menegaskan bahwa pemerintah memilih untuk fokus pada upaya-upaya untuk mengejar target penerimaan pajak, terlebih melihat tren satu pekan belakangan di mana peserta amnesti pajak terus meningkat.
"UU-nya kan mengatakan ada suatu jangka waktu yang sangat spesifik. Kita lihat berdasarkan UU dulu ya. Sekarang ini momentum kita jaga," ujar Sri, di Jakarta, Kamis (22/9).
Sri menegaskan bahwa pemerintah terus memonitor penerimaan negara dari amnesti pajak sehingga tujuan pemerintah untuk mendapat sokongan dana dalam pembangunan bisa tercapai.
"Untuk TA kita akan terus memonitor sesuai dengan peraturan perundang-undangan," katanya.
Baca juga: Indef Beri Saran Soal Perpanjangan Periode Pertama Amnesti Pajak