REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Fokus Grup UMKM Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Ina Primiana mengatakan, pembiayaan bagi setiap UMKM tidak bisa digeneralisasi dengan satu skema saja tetapi harus dilihat sesuai kemampuan dan pendapatannya. Agar skema pembiayaan UMKM tepat sasaran, pemerintah perlu membuat sebuah data base atau bank data UMKM.
"Sebetulnya skema pembiayaan banyak dan bervariasi ada yang bunga tinggi, ada bunga rendah. Tapi kita gak punya data efektifitas dari penyalurannya dan juga efek setelah mereka diberi pembiayaan itu," ujar Ina di Jakarta, Kamis (15/9).
Ina menambahkan, Kementerian Koperasi dan UMKM seharusnya melakukan pendataan terhadap seluruh UMKM yang dibina oleh kementerian atau lembaga apapun. Pendataan tersebut meliputi bantuan pembiayaan yang diterima oleh UMKM, pembinaannya apa saja, dan kemajuan UMKM setelah mendapatkan pembiayaan. Menurut Ina, Kementerian Koperasi dan UMKM harus segera memulai untuk melakukan pendataan tersebut karena apabila tidak ada data yang memadai maka dikhawatirkan hanya UMKM tertentu saja yang kerap mendapatkan pembiayaan sehingga UMKM lain tidak terlihat dampaknya.
"Pokoknya data-data itu yang bisa digunakan oleh kementerian/lembaga lain untuk membantu UMKM. Jadi, ada pusat data karena selama ini masalah kita ada di data," kata Ina.
Pencatatan data tersebut sebetulnya bisa dilakukan mulai dari tingkat RT, RW, kelurahan, maupun kecamatan. Dari pencatatan ini nantinya muncul karakteristik UMKM di masing-masing daerah. Menurut Ina, sensus ekonomi yang dilakukan oleh BPS sepertinya belum mencerminkan keseluruhan data UMKM tersebut.
"Bagaimana kita akan memberdayakan ekonomi lokal ketika datanya nggak lengkap, dan bagaimana kita membina mereka ketika kita gak tau yang dibina kebutuhannya apa saja," ujar Ina.
Sementara itu, Kepala Departemen Pengembangan UMKM Bank Indonesia Yunita Resmi Sari mengatakan, pengembangan UMKM di Bank Indonesia tetap dalam rangka untuk mendukung mandat utama yakni stabilisasi moneter dan stabilitas sistem keuangan. Dalam mendukung kerangka stabilitas moneter, Bank Indonesia membangun program-program pengendalian inflasi di seluruh daerah. Secara keseluruhan aada 140 program pengendalian inflasi dengan membangun klaster yang basisnya adalah komoditas volatile food.
"Bagaimana supaya harga cabai jangan menyebabkan inflasi, bagaimana bawang merah itu jangan bergejolak harganya. Nah kita membangun klaster UMKM, untuk diberdayakan dengan membuat bisnis model," ujar Yunita.
Bisnis model tersebut kemudian diharapkan dapat dikasih oleh pihak swasta dan stakeholder terkait dalam rangka stabilitas sistem keuangan. Selama kuartal I 2016, sebanyak 140 klaster telah dikembangkan pada lahan seluas 12.288,8 hektare dan menyerap 23.592 tenaga kerja dengan total pembiayaan sebesar Rp 12,5 miliar.