REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akademisi dan Peneliti Ekonomi Syariah SEBI School of Islamic Economics Azis Setiawan menilai Pemerintah Indonesia belum sepenuhnya serius dengan pengembangan keuangan syariah. Menurutnya, konsep pemerintah untuk hal tersebut sudah ada tetapi tak kunjung selesai.
“Kita lihat misalnya Peraturan Presiden untuk pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) sampai sekarang belum selesai juga. Padahal sudah dari awal tahun diwacanakan. Kalau perhatian dan speed-nya tidak ditambah, akan makin ketinggalan dengan negara-negara lain”, ujar Aziz dalam keterangan tertulisnya, Rabu (14/9).
Aziz menjelaskan, peluncuran Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (MAKSI) di sela-sela pelaksanaan World Islamic Economic Forum ke- 12 pada tanggal 2-4 Agustus 2016 sebelumnya telah memberikan arah yang positif.
Masterplan tersebut memberikan dua rekomendasi. Pertama, perbaikan dan perluasan bank syariah, pasar modal syariah, jasa non-bank syariah, dan dana sosial syariah. Kedua adalah, pembentukan KNKS.
Komite ini merupakan lembaga koordinasi untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan (stakeholders) melaksanakan rencana aksi dari rencana induk secara efektif. Aziz menambahkan perpes pembentukan KNKS masih dalam proses harmonisasi dan belum ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
"Prosesnya terlalu lambat. Ini juga menunjukkan belum padunya dukungan lembaga-lembaga terkait sehingga harmonisasinya berjalan lama. Padahal dulu dijanjikan Mei 2016 sudah beres”, kata Aziz.
Diharapkan tujuan dari komite tersebut untuk mensinergikan upaya pengembangan keuangan syariah yang akan dilakukan oleh semua stakeholders bisa berjalan. Selain itu, diharapkan juga ada terobosan-terobosan kebijakan yang kongkrit sehingga market keuangan syariah semakin besar.