REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Pemerintah ingin meningkatkan Indeks Keuangan Inklusif yang pada 2014 baru mencapai 36 persen menjadi 75 persen pada 2019. Kementerian Bidang Perekonomian mencatat, posisi Indonesia saat ini sedikit lebih baik dari Filipina dan Vietnam yang baru mencapai 31 persen.
Namun di sisi lain Indonesia masih kalah dengan India yang memiliki indeks 53 persen, Thailand 78 persen, dan Malaysia sebesar 81 persen. “Ini memang target yang cukup ambisius,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat memimpin Rapat Koordinasi tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), Jumat (9/9).
Rakor ini dihadiri antara lain oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad.
Darmin menjelaskan, untuk mencapai target 75 persen pada 2019 itu pemerintah menetapkan lima pilar sebagai penyangga SNKI. Pilar pertama adalah edukasi keuangan yang melibatkan OJK, pemerintah, dan BI. Kedua, hak properti masyarakat. “Paling utama dari pilar ini adalah sertifikasi tanah rakyat dengan tulang punggung Kementerian ATR/BPN,” ujar Darmin.
Pilar ketiga adalah fasilitas intermediasi dan saluran distribusi keuangan yang akan lebih banyak dijalankan OJK. Keempat, layanan keuangan pada sektor pemerintah. Di sini, bantuan sosial akan dikembangkan melalui keuangan inklusif.
Transformasi subsidi dari pemerintah juga akan masuk melalui pilar ini dengan penggawanya Kementerian Sosial dan BI. Pilar terakhir berkaitan dengan perlindungan konsumen melalui kerja sama OJK, BI, dan pemerintah. “Ada satu lagi yang tidak muncul secara eksplisit di sini, yakni e-commerce, yang akan fokus pada pengembangan start-up dan UKM,” tambah Darmin.
Darmin menyebutkan, masalah penting dalam SNKI salah satunya adalah kepemilikan sertifikat tanah. Menurutnya, sertifikasi tanah secara nasional baru sekitar 50 persen. Selain itu, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) nantinya juga harus lebih menyasar ke kalangan produsen kecil. Sedangkan untuk kalangan pedagang kita batasi, kecuali fintech dan e-commerce.