Rabu 07 Sep 2016 20:01 WIB

Penolakan terhadap Pelonggaran Ekspor Mineral Kian Kencang

Rep: Frederikus Bata/ Red: Budi Raharjo
Proses pengolahan biji tambang di PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Timika, Papua. (ilustrasi)
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Proses pengolahan biji tambang di PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Timika, Papua. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) menolak keras perpanjangan relaksasi ekspor konsentrat yang digagas Pelaksana Tugas (PLT) Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan. Direktur Eksekutif EWI, Ferdinand Hutahean, kebijakan tersebut hanya akan menempatkan negara dalam situasi ketidakjelasan.

Ewi berpendapat wacana tersebut menunjukkan ketidakmampuan pemerintah menegakkan Undang-Undang. Ia memahami pengusaha memiliki kesulitan mengikuti aturan kewajiban ekspor hasil tambang yang telah dimurnikan. "Justru di sinilah masalah timbul ketika pemerintah abai terhadap posisinya sebagai pembina pengusaha, bukan pembinasa," kata Ferdinand di Jakarta, Rabu (7/9).

UU Minerba yang rencananya bakal diamandemen pada akhir 2016 itu, ujar Ferdinand, menunjukkan keberpihakkan pada bangsa. Pemerintah harus menjadi pemimpin dalam sektor ini dan membangun smelter secara komunal. "Kumpulkan dan fasilitasi tambang sejenis untuk bangun smelter. Ini akan meringankan beban karena dipikul secara bersamaan," ujarnya.

Sebelumnya asosiasi pengusaha smelter atau pemurnian bahan tambang juga menyampaikan keberatannya terhadap rencana pelonggaran ekspor bahan mentah mineral. Reaksi itu muncul setelah Luhut melontarkan  wacana perpanjangan relaksasi ekspor konsentrat dalam lima tahun ke depan.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement