REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo menyerukan penghapusan kebijakan perdagangan internasional yang diskriminatif sehingga merugikan negara-negara berkembang. Hal tersebut disampaikan Jokowi dalam sesi yang membahas investasi dan perdagangan internasional di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Hangzhou, Cina, Senin (5/9).
"Banyak kebijakan perdagangan dari negara-negara maju dilakukan dengan mengorbankan negara-negara berkembang," ungkap Presiden.
Kebijakan merugikan yang dimaksud Jokowi yakni adanya kebijakan proteksi, baik tarif maupun non-tarif. Sebelumnya, pada pembukaan KTT, Presiden Cina Xi Jinping juga telah menyuarakan bahaya dari kebijakan proteksi bagi perekonomian global.
Menurut Jokowi, perdagangan merupakan motor penggerak perekonomian. Namun, dalam realitanya saat ini, perdagangan global menemui banyak kendala dan terus melemah. Untuk itu, Presiden menilai, sistem perdagangan multirateral yang ada saat ini harus diperkuat dengan memangkas hambatan-hambatan yang ada.
Jokowi ingin kebijakan perdagangan global yang terbuka dan sesuai dengan prinsip perdagangan bebas World Trade Organization (WTO). "Juga agar menghindari pengecualian bagi para negara non-anggota," ujarnya.
Presiden juga menyerukan agar pelaku usaha sektor UMKM dari negara-negara berkembang diberikan kesempatan yang lebih besar untuk terhubung dengan rantai nilai global (global value chain) dan berperan dalam perekonomian dunia. Dia memaparkan, sektor UMKM di Indonesia telah memainkan peranan yang sangat besar dalam menggerakkan perekonomian. Bahkan, menurutnya, UMKM telah menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia karena telah membuka banyak lapangan pekerjaan.
Baca juga: Jokowi Dorong Kebijakan Ekonomi Negara G-20 tak Merugikan