Rabu 31 Aug 2016 05:05 WIB

Pemerintah Diminta Luruskan Pengertian Amnesti Pajak

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Nur Aini
Warga melintas di jembatan penyebrangan orang (JPO) yang terpasang spanduk sosialisai pengampunan pajak di kawasan Stasiun Gambir, Jakara, Ahad (31/7).  (Republika/ Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga melintas di jembatan penyebrangan orang (JPO) yang terpasang spanduk sosialisai pengampunan pajak di kawasan Stasiun Gambir, Jakara, Ahad (31/7). (Republika/ Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD minta kepada pemerintah untuk meluruskan bahwa amnesti pajak bagi rakyat Indonesia itu hak dan bukan kewajiban.

‘’Lagi pula pada awalnya tax amnesty itu tujuannya untuk menarik dana repratiasi dari luar negeri lebih dari Rp 100  triliun. Karena itu saya mendorong dan mendukung disahkannya Undang-Undang Nomo2 11 Tahun

2016 tentang Pengambunan Pajak,’’ kata  Mahfud usai dilantik oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai anggota Parampara Praja DIY Masa Bhakti 2016-2021 di Bangsal Kepatihan Yogyakarta, Selasa (30/8).

Mahfud mengaku pada September 2015, ia diminta sebagai narasumber secara hukum untuk mendorong amnesti pajak menjadi undang-undang . ‘’Waktu itu saya diajak rapat dengan fraksi-fraksi. Waktu itu tujuannya untuk menarik hanya dana-dana besar dari luar negeri, tidak ada rakyat kecil,’’ ujarnya.

Tetapi, kata dia,  setelah konsultasi dengan berbagai kampus rakyat kecil diberi kesempatan untuk minta pengampunan pajak. Ia menilai prakteknya menjadi kewajiban. ‘’Karena itu saya minta kepada pemerintah dalam prakteknya bahwa tax amnesty itu bagi rakyat Indonesia hak, bukan kewajiban. Kalau kewajiban nanti yang sudah membayar pajak pun dikejar-kejar,’’ kata dia.

Dia mengatakan seharusnya amnesti pajak itu fokus untuk repratiasi. ‘’Waktu itu ditargetkan bisa masuk Rp 165 triliun dalam sembilan bulan. Berarti setiap bulan bisa mendapat masukan Rp 17 triliun. Menurut kebiasaan dalam bulan pertama bisa menjadi sekitar Rp 40 triliun dan sekarang baru Rp 2 triliun,’’ ungkap dia.

Menurut Mahfud, jumlah itu mengkhawatirkan. ‘’Namun seandainya gagal tidak apa-apa. Tetapi jangan terus rakyat dijadikan korban dan menjadi sasaran. Kita ikut berdosa,’’ kata dia.

Ketika ditanya adanya rencana gugatan UU Pengampunan Pajak dari Muhammadiyah, ia mengaku sikap itu merupakan hak. Dia mengaku juga diajak oleh beberapa institusi untuk menggugat UU Pengampunana Pajak. ‘’Sebagai mantan Ketua MA tidak bisa secara etis, tetapi saya memberi masukan dari luar,’’ tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement