REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, keterlibatan swasta dalam pembangunan infrastruktur masih terbilang rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni pembiayaan dan koordinasi antarkementerian yang masih sinergis.
"Kami harapkan swasta dilibatkan, kalau swasta tidak sanggup diambil alih BUMN. Itu wajar," ujar Rosan di Jakarta, Senin (1/8).
Rosan mengatakan, anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur selama lima tahun yakni sebesar Rp 5.500 trilun. Sedangkan pemerintah hanya mempunyai anggaran sebesar Rp 1.400 trilin, sehingga kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur harus didukung dengan keterlibatan investor lokal maupun asing.
Sektor swasta perlu diberikan kesempatan dan diprioritaskan dengan tetap mengacu para proyek yang sudah berjalan. Apalagi, pertumbuhan perekonomian Indonesia paling besar disumbang oleh swasta. Rosan mengatakan, proyek pembangunan infrastruktur sebenarnya bisa dikerjasamakan antara BUMN dan swasta. Dalam hal ini, swasta bisa menjadi subkontraktor dari BUMN yang bersangkutan. Menurut Rosan, sebaiknya BUMN melepaskan beberapa proyek infrastruktur yang sudah ada kepada swasta. Dengan demikian, profit yang didapatkan oleh BUMN tersebut bisa diputar lagi untuk membangun infrastruktur lainnya.
"Dengan begitu, BUMN kalau bangun infrastruktur nggak minta APBN lagi. Jangan dipegangin saja, jual, dapet duit bangun lagi. Itu tugas negara melalui BUMN ini, jadi mesti kreatif dan tidak memberatkan APBN," kata Rosan.
Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, pemerintah menekankan untuk membuka lebar pintu investasi bagi sektor swasta terutama bagi pembangunan infrastruktur. Menurutnya, pembangunan infrastruktur dengan menggunakan APBN merupakan pilihan terakhir. Pemerintah memfokuskan pembangunan infrastruktur di sektor transportasi untuk mengurangi biaya logistik dan sektor listrik.
"Jadi, sudah sangat jelas yakni tawarkan ke swasta dulu, kalau swasta nggak bisa tawarkan ke public private partnership, kemudian nggak bisa ke BUMN. Kalau BUMN nggak bisa ke APBN," ujar Thomas.