REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru Arcandra Tahar akan berfokus pada pengembangan teknologi dan peningkatan produksi migas nasional. Salah satunya dengan meloloskan revisi UU Migas tahun 2002. Dalam sambutan pisah sambut dengan menteri pendahulunya Sudirman Said, Arcandra mengungkapkan pemikirannya tentang pengembangan sektor migas. Candra menilai, periode saat ini tak pantas lagi bila dibilang eksplorasi dan eksploitasi migas didapati dalam kondisi geologi yang mudah.
Justru, menurut dia, saat ini industri migas menghadapi kondisi sebaliknya, yaitu lapangan yang ada kebanyakan sudah marginal, dan tantangan pengembangan migas sudah harus mengarah ke arah lepas pantai dan laut dalam. Belum lagi, lanjut Candra, potensi gas yang diambil dari lapisan batuan serpih atau shale gas masih harus terus dikembangkan.
Berbagai tantangan di atas membuatnya berpikir untuk merombak hambatan-hambatan yang justru menahan investasi di sektor migas nasional. Salah satu caranya dengan meloloskan revisi UU Migas tahun 2002 dengan mengubah poin-poin yang dianggap menghambat investasi.
"Peraturan yang tidak bermuara kepada kemudahan investasi harus kita hapus. UU Migas harus bisa menjawab bahwa era minyak dengan kondisi geologi yang mudah, dan ditunjang dengan infrastruktur yang memadai sudah lewat. Sekarang adalah era marginal field, offshore termasuk deepwater, shale gas, EOR, era ini juga diperparah di tempat terpencil. Tantangan berkompetisi dan berusaha sangat berat," kata Candra, di kantor barunya, Rabu (27/7).
Selain langkah untuk mengegolkan revisi UU Migas, Candra juga bertekad untuk membuat proses bisnis di industri migas lebih efisien dan transparan. Ia juga menegaskan untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia yang memiliki pengalaman dan keterampilan teknis yang mumpuni.
"Amerika Serikat contohnya, bisa menaikkan produksi minyaknya sampai dua kali lipat dalam waktu tujuh tahun dengan bantuan teknologi dan tentu ditunjang dengan bisnis proses dan SDM yang kompeten," katanya.
Candra akhirnya menjabat sebagai menteri setelah menetap selama lebih dari 20 tahun di AS. Ia lulus dari Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1994 lantas melanjutkan pendidikan master dan doktor di Texas A&M University. Ia mengaku terpanggil untuk kembali ke Indonesia setelah Presiden Joko Widodo secara khusus memintanya menangani sektor energi yang dikenal banyak tantangannya.