Senin 25 Jul 2016 12:14 WIB

OJK Nilai Wajar Kredit Macet Bank 3,1 Persen

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Kredit macet (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Kredit macet (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) Industri Perbankan telah mencapai rata-rata 3,1 persen. Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku telah melakukan pengawasan terhadap seluruh bank untuk menekan risiko kenaikan NPL.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad mengatakan, pengawasan secara intensif telah dilakukan sejak beberapa bulan ini. NPL merangkak naik karena pertumbuhan kredit yang melambat. 

"Jadi saya pikir itu suatu yang diantisipasi sebelumnya. Kami rasa itu angka yang relatif wajar. Karena kan pelemahan ekonomi, bukan hanya satu atau dua bank, semua bank kita awasi lebih dekat," ujar Muliaman baru-baru ini.

Muliaman mengatakan, dengan pengawasan intensif tersebut pihaknya pun mengetahui penyebab kenaikan rasio NPL. Kemudian ia telah menegaskan kepada perbankan agar berkomitmen untuk segera mengatasi hal tersebut.

"Kita minta komitmennya, upaya apa yang mau dilakukan oleh masing bank. Termasuk membentuk cadangan yang memadai, agar kemudian sudah dialokasikan coverage ratio nya untuk menutupi risiko yang mungkin muncul,"jelasnya.

Salah satu bank pelat merah yang memiliki rasio NPL yang menyentuh angka 3 persen pada Semester I 2016 adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI. Penyebabnya, salah satu debitur besar yaitu Trikomsel mengalami kredit macet sehingga harus direstrukturisasi.

"Semester kemarin NPL 3 persen. Namun demikian ada satu debitur besar, Trikomsel, tidak bisa dipertahankan, harus di-downgrade Rp 1,3 triliun," ujar Direktur Utama BNI Achmad Baiquni.

Baiquni menjelaskan, NPL 3 persen pertengahan tahun ini lebih tinggi dari akhir tahun lalu 2,7 persen. Diperkirakan NPL di perseroan akan semakin menurun ke depannya.

Untuk mengatasinya, perseroan sudah mulai melakukan penelitian mendalam terkait sektor industri yang berpotensi meningkatkan NPL. Perseroan juga menerapkan dua strategi yakni kebijakan konservatif dan proaktif. 

Kebijakan konservatif yaitu melakukan restrukturisasi kredit apabila melihat sumber kenaikan NPL. Sedangkan kebijakan proaktif dilakukan dengan meningkatkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).

"Kebijakan konservatif, kita lihat kredit yang akan buruk kualitasnya secepat mungkin kita lakukan structuring. Kebijakan proaktifnya, kita bentuk cadangan untuk persiapkan NPL dari coverage ratio 130 persen jadi 138 persen hingga akhir tahun, sekarang naik lagi 140 persen dan akhir tahun ini 142 persen,"katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement