Senin 25 Jul 2016 10:53 WIB

DPK Perbankan Diharap Meningkat dengan Amnesti Pajak

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nidia Zuraya
Petugas menghitung uang nasabah di salah satu kantor cabang bank syariah di Jakarta.(Prayogi/Republika)
Foto: Republika/Prayogi
Petugas menghitung uang nasabah di salah satu kantor cabang bank syariah di Jakarta.(Prayogi/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mencatat penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan di dalam negeri masih mengalami stagnasi sejak tahun 1997-1998. Pada saat kriris ekonomi 1998, DPK Indonesia hanya mencapai 38-39 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Hingga 2015, nilai DPK ini justru masih tidak berkembang. Meski sempat mengalami peningkatan lebih dari 45 persen pada 2000, tapi angka DPK ini kembali menurun drastis pada 2003 dan hingga 2015 nilai DPK atas GDP Indonesia masih berada di angka 37 persen dari PDB.

"Kalau kita lihat DPK dari GDP ini masih rendah. Ini cukup menyulitkan likuiditas perbankan dalam menjalankan program," ujar Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung dalam diskusi di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (25/7).

Dia menjelaskan, selama ini pertumbuhan pendapatan milik orang Indonesia memang mengalami peningkatan yang cukup tinggi.‎ Sayang pendapatan mereka kemudian justru lebih banyak disimpan dan diputarkan di luar negeri ketimbang di dalam negeri sendiri. Hasilnya DPK di perbankan dalam negeri masih sama saja setelah belasan tahun krisis ekonomi 1998 usai.

 

Juda menuturkan, pihaknya sangat berharap dengan keberadaan program pengampunan pajak atau amnesti pajak yang saat ini dijalankan pemerintah.‎ Sebab dengan adanya skema ini, BI berharap banyak dana warga negara Indonesia (WNI) yang memasukan dana mereka ke dalam negeri. Dana tersebut kemudian bisa masuk ke perbankan yang bisa meningkatkan DPK dari PDB.

Menurut Juda, pihaknya memperkirakan akan ada dana dari repatriasi ‎ sebesar Rp 560 triliun. Dengan nilai PDB yang mencapai sekitar Rp 11 ribu triliun, artinya dana repatriasi bisa mencapai lima persen.

"Dengan tamabahan lima persen dari dana repatriasi. Kita harapkan akan ada peningkatan DPK menjadi 42 persen dari GDP, ini lebih tinggi dari periode 1997-1998," papar Juda.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement