REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia mengklaim dipertahankannya suku bunga acuan sebesar 6,5 persen pada Juli 2016, karena dosis pelonggaran kebijakan moneter sebelumnya masih mencukupi untuk memberikan stimulus terhadap perekonomian.
"Namun ke depan, kami lihat ruang pelonggaran moneter masih ada," kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung di Jakarta, Kamis (21/7).
Bank Sentral pada Rapat Dewan Gubernur 20-21 Juli 2016 ini memutuskan untuk mempertahankan bunga acuan (BI Rate) tenor 12 bulan, sebesar 6,5 persen. Adapun suku bunga fasilitas penempatan dana oleh bank di BI (deposit facility) sebesar 4,5 persen dan suku bunga penyediaan likuiditas oleh BI ke bank (lending facility) sebesar 7 persen. Instrumen bunga acuan terbaru yang akan efektif pada 19 Agustus 2016 menggantikan BI Rate yakni "BI 7-Day Reverse Repo Rate" juga dipertahankan sebesar 5,25 persen.
Menurut Juda, BI saat ini perlu menghentikan sementara pelonggaran kebijakan moneter, setelah langkah agresif dengan empat kali penurunan BI Rate seebsar 100 basis poin dan pelonggaran kebijakan makroprudensial. Dampak dari relaksasi tersebut, kata Juda, belum sepenuhnya tersalurkan ke sektor riil dan perbankan. Padahal, relaksasi kebijakan moneter dan makroprudensial sepanjang tahun ini dianggap berbagai kalangan telah mengubah orientasi BI yang menjadi condong untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dan kemudian stabilitas ekonomi. "Perbankan juga perlu waktu untuk adjust (penyesuian)," ujarnya.
Oleh karena itu, menurut dia, pelonggaran kebijakan moneter yang telah diambil masih memadai untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi. Juda memperkirakan dengan pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah ditempuh, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di rentang 4,9-5,0 pada kuartal II 2016. "Saya yakin akan lebih tinggi dibanding kuartal I yang sebesar 4,92 persen," ujar dia.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menerangkan Anggota Dewan Gubernur juga menyepakati struktur suku bunga (term structure) operasi moneter adalah 5,25 persen untuk tenor 7 hari, 5,45 persen untuk dua minggu. Kemudian 5,7 persen untuk 1 bulan, 6,1 persen untuk 3 bulan, 6,3 persen untuk 6 bulan, 6,4 pesen untuk 9 bulan dan 6,5 persen untuk 12 bulan.
Secara umum, menurut dia, stabilitas makroekonomi terjaga, yang tercermin dari inflasi yang sesuai radar BI di 4 persen plus minus 1 persen, defisit transaksi berjalan 2--2,2 persen dari Produk Domestik Bruto, dan nilai tukar rupiah yang stabil. "Transmisi kebijakan moneter ke suku bunga perbankan juga semakin baik," ujarnya.
Baca juga: BI Rate di Luar Perkiraan Pasar Pukul IHSG