REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan protes kepada pemerintah khususnya Kementerian Pertanian (Kementan) terhadap sejumlah agenda penurunan harga daging sapi. Sebab agenda yang dilakukan tersebut dianggap merugikan konsumen bahkan merendahkan martabat masyarakat.
"Jangan mengalihkan ketidakmampuannya menurunkan harga daging sapi dengan cara impor jeroan," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam siaran pers, Rabu (13/7). YLKI pun menghimbau masyarakat untuk tidak membeli atau mengonsumsi jeroan sapi yang berasal dari impor karena membahayakan kesehatan manusia.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk mengimpor daging sapi kategori secondary cut dan jeroan. Impor tersebut dilakukan untuk menekan harga daging sapi yang tak kunjung turun. Impor dilakukan tidak lagi menggunakan pola country base tetapi zone base.
Ia mengungkapkan, jeroan di negara-negara Eropa dipakai untuk pakan anjing sehingga tidak layak konsumsi untuk manusia. Sejumlah kerugian yang akan diterima konsumen apabila mengonsumsi daging impor jeroan di antaranya besarnya kandungan residu hormon.
Kandungan tersebut berada pada jeroan sapi di negara yang membolehkan budi daya sapi dengan hormon sangat tinggi. "Kondisi ini membuat si jeroan tidak layak untuk konsumsi karena membahayakan kesehatan manusia," ujarnya.
Di sejumlah negara, kata dia, jeroan sapi diperlakukan sebagai sampah dan hanya membolehkan ekspor jeroan sapi untuk keperluan konsumsi nonmanusia. Jadi, silakan pemerintah impor jeroan tetapi bukan untuk konsumsi manusia. Impor jeroan sapi berpotensi menimbulkan masalah bagi konsumen berupa pertumbuhan tidak normal, karena kandungan hormannya sangat tinggi.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman optimistis daging kerbau impor dari India akan laku di pasaran. Sebab, harganya murah dan kualitasnya terjaga. "Gimana caranya nggak laku? Waktu kemarin saja pembelinya banyak," kata Amran.
Daging yang ia maksud yakni daging-daging beku impor yang sebelumnya ditujukan untuk industri. Daging-daging digelontorkan untuk operasi pasar dan Toko Tani Indonesia laris manis. Amran mengakui pada awalnya banyak konsumen yang lebih senang daging segar daripada beku. "Tapi ingat, ya, dulu katanya tidak laku, tapi beberapa ribu ton habis kemarin kan," ujar Amran.
Keberadaan daging impor juga diyakini Amran tidak akan merugikan pedagang dan peternak lokal. Sebab, impor dilakukan berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan. Ia bahkan menjanjikan untuk menjalin kerja sama dengan peternak dan pedagang lokal dalam penjualan daging sapi impor. "Nanti peternak kita kasih, pedagang juga, wartawan kalau mau juga kita kasih," tuturnya.