Selasa 12 Jul 2016 23:16 WIB

Populasi Sapi Betina Terancam, Swasembada Gagal

Rep: Fuji E Permana/ Red: Andi Nur Aminah
Berbagai enis sapi (ilustrasi)
Foto: Republika/ Edi Yusuf
Berbagai enis sapi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Harga daging sapi di berbagai daerah kian tidak stabil. Swasembada daging sapi yang dicita-citakan pemerintah pun masih jauh dari harapan. Terbukti dengan semakin mahalnya harga daging sapi di sejumlah daerah.

Ada beberapa faktor penyebab yang membuat harga daging sapi mahal dan tidak stabil. Penyebabnya karena pupulasi sapi tidak mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat. Sehingga, mengharuskan pemerintah mengimpor sapi dari luar negeri.

Ternyata, kurangnya populasi sapi betina menjadi penyebab utama gagalnya swasembada sapi. Dampak kurangnya populasi sapi pun mengakibatkan harga daging sapi di pasaran kerap melambung mahal.

Kepala Bidang Bina Usaha Peternakan, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ciamis, Otong Bustomi mengatakan, khususnya di Kabupaten Ciamis harga sapi Bakalan mahal. Para peternak membeli sapi Bakalan hasil inseminasi buatan (IB) dengan harga Rp 12 juta sampai Rp 13 juta perekor.

Setelah itu, digemukan oleh peternak kemudian harganya menjadi Rp 16 juta. Otomatis harga jual daging sapi di pasar menjadi mahal. Sapi Bakalan pun populasinya terus berkurang. Sebab, sapi betina yang melahirkan sapi Bakalan banyak yang dipotong.

"Sapi betina tidak hanya banyak yang dipotong di waktu menjelang Lebaran saja, tapi sejak dulu juga sudah banyak yang dipotong," kata Otong kepada Republika.co.id, Selasa (12/7).

Mengapa sapi betina banyak yang dipotong, Otong mengungkapkan, karena harganya lebih murah. Padahal sejak zaman penjajahan Belanda, ada aturan yang melarang memotong ternak betina besar bertanduk. Di UUD yang dibuat pemerintah Indonesia pun ada aturan yang melarang memotong ternak betina produktif.

Namun, tetap saja hal itu tidak bisa dibendung hanya dengan peraturan. Apalagi sapi betina menawarkan harga yang lebih murah. "Selisih harga antara sapi betina dan sapi jantan sekitar Rp 1 juta sampai Rp 2 juta per ekor, itu cukup lumayan bagi para pedagang," jelas Otong.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement