Rabu 29 Jun 2016 18:58 WIB

Tax Amnesty Disarankan tak Diulang

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Ketua Komisi XI Ahmadi Noor Supit menyerahkan laporan hasil pembahasan RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) kepada Menkeu Bambang Brodjonegoro(kedua kiri) dan Menkum HAM Yasonna Laoly (kedua kanan) pada rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen,Jakarta.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Komisi XI Ahmadi Noor Supit menyerahkan laporan hasil pembahasan RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) kepada Menkeu Bambang Brodjonegoro(kedua kiri) dan Menkum HAM Yasonna Laoly (kedua kanan) pada rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen,Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- ‎Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusa Muda Indonesia (BPP HIPMI) berharap agar‎ pemerintah konsisten dengan menjadikan program pengampunan pajak atau tax amnesty menjadi skema terakhir untuk mempermudah para pengemplang pajak.

Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia mengatakan, dengan skema yang diharap bisa dilakukan untuk terakhir kalinya, maka pengusaha dihimbau untuk memanfaatkan program ini. Dia juga meminta pemerintah tidak memberlakukan tax amnesty secara berulang di masa mendatang. Sebab bila diulang, tax amnesty ini akan kehilangan wibawa dan daya magisnya.

"Jangan sampai diobral, wibawa negara akan tergerus, daya magisnya juga akan hilang,” ujar Bahlil melalui siaran pers, Rabu (29/6).

Dia mengatakan, pengampunan akan punya wibawa bila digelar hanya sekali. Bila berkali-kali akan menjadi mainan dan terkesan begitu murah. Karena itu, semua pihak juga harus menjaga kewibawaan negara dan pemerintah dalam program ini. Artinya, administrasi tax amnesty harus dikelola dengan profesional, kerahasiaan nasabah dijamin, dan perlindungan negara ditegaskan. Selain itu, jika diulang dan pemerintah kelak akan mengeluarkan kebijakan sejenis, kebijakan tersebut dijamin tidak akan efektif lagi.

Bahlil berharap agar kebijakan ini benar-benar dimanfaatkan oleh dunia usaha untuk membuka lembaran baru administrasi pajak mereka. Pengusaha diharapkan Bahlil, setelah pengampunan pajak ini segera membangun reputasi baru dan baik soal perpajakannya. “Second grace sebaiknya tidak ada lagi, ini kesempatan bagi dunia usaha membangun reputasi baru,” ujar dia.

Bahlil menjelaskan, dengan lahirnya UU Tax Amnesty, maka pemerintah dan DPR juga harus melakukan perbaikan yang mendukung UU Tax Manesty dengan revisi UU lainnya seperti UU Perpajakan, dan UU Lalu Lintas Devisa. Sebab, kedua UU ini dalam banyak pasal tidak lagi sesuai dengan semangat penciptaan daya saing investasi, dunia usaha, innovasi kebijakan fiskal, dan UU Tax Amnesty itu sendiri.

“Sebab itu, kita dorong parlemen setelah Lebaran kebut lagi revisi UU itu. Ibarat kata, UU tax amnesty ini cuma pintu masuk, sedangkan di dalam sana ada UU lainnya, yang sudah ketinggalan zaman,” ujar Bahlil.

Baca juga: Pemerintah Janji Genjot Pendapatan Pajak di Luar Skema Tax Amnesty

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement