REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama BNI Syariah Imam Teguh Saptono menyatakan prinsip dan nilai dari bank syariah harus kembali kepada kaedah Alquran dalam pengembangan ekonomi syariah. Hal tersebut dikatakannya terkait market share keuangan syariah secara keseluruhan yang belum mencapai lima persen dari total aset keuangan nasional.
"Saat ini, mayoritas umat muslim tidak membuat bank syariah menjadi hebat, yang menjadi hebat dari bank syariah adalah prinsip dan nilainya dan tidak lain yang membuat hebat bank syariah atau ekonomi syariah adalah Alquran," kata Imam di sela-sela acara Puncak Milad Ke-6 BNI Syariah di Jakarta, Jumat (24/6) malam.
Imam menyatakan saat ini nasahah bank syariah di Indonesia terdiri dari syariah loyalis dan floating nasabah. Syariah loyalis adalah nasabah yang memilih bank syariah terlepas dari apa pun pertimbangannya semata-mata karena pertimbangan keyakinan.
Sementara sisanya, kata Imam, sekitar 80 persen sendiri bisa disebut sebagai floating nasabah, yaitu mereka yang memilih bank syariah karena memiliki benefit yang lebih baik.
Imam mengatakan tantangan bank syariah agar market share-nya lebih besar lagi, yaitu bank syariah harus bisa memberikan tingkat kompetitif yang sama dengan bank konvensional.
"Atau memberikan keuntungan yang kurang lebih sama dengan bank konvensional. Mungkin pendekatan yang dilakukan bank-bank syariah perlu dilakukan modifikasi lebih jauh karena tidak mungkin kami menerapkan pendekatan dan strategi yang sama untuk menghasilkan hasil yang berbeda," kata Imam.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I Otoritas Jasa Keuangan Sarjito mengakui bahwa belum ada insentif yang sangat nyata terhadap industri keuangan syariah.
"Makanya OJK berusaha sekali agar ada insentif yang nyata itu karena kami juga berkoordinasi dengan perbankan syariah, pasar modal syariah, dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Syariah dan semuanya tentu saja akan kami kembangkan bersama-sama," katanya beberapa waktu lalu.
Menurut Sarjito, selama ini insentif yang diberikan pihaknya adalah berupa kemudahan pungutan murah. "Insentif-insentif lain sedang kami usahakan. Kami sedang diskusi dengan Kemenkeu mengenai soal perpajakannya dan lain-lain. Kami juga dorong Kementerian BUMN agar anak usuhanya bisa menerbitkan sukuk," katanya.
Berdasarkan data OJK, hingga Maret 2016, aset perbankan dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Syariah mencapai Rp 359 triliun dengan rincian perbankan syariah Rp 290 triliun dan IKNB Syariah Rp 69 triliun. Sedangkan sukuk negara telah mencapai Rp 376 triliun.