REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listianto menilai, keluarnya Inggris dari Uni Eropa (UE) tidak akan memiliki dampak besar terhadap perekonomian Indonesia, terutama dalam jangka pendek. Namun, Eko menilai, langkah Inggris keluar dari EU akan memiliki pengaruh terhadap ekspor yang mereka lakukan.
Eko menyebut, secara jangka pendek, keluarnya Inggris dari UE tidak akan memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Salah satu dampak yang akan dirasakan adalah menguatnya mata uang rupiah terhadap mata uang Inggris, poundsterling.
''Kalau jangka pendek, ini tidak akan terlalu besar (pengaruhnya), selain menguatnya rupiah atas poundsterling. Penguatan ini karena mata uang mereka mengalami tekanan yang cukup besar atas keluarnya Inggris dari UE,'' ujar Eko saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (24/6).
Tidak hanya itu, buntut dari pelemahan poundsterling ini, kata Eko, ekspor yang dilakukan Inggris bakal melambat. Kondisi ini pun berjalan seiring dengan tekanan yang dialami oleh poundsterling.
''Kalau poundsterling terus melemah, misalnya dalam sebulan ke depan, ekspor Inggris akan melambat. Kalau pelemahan poundsterling hanya temporer, maka dampak ke ekspor tidak besar,'' tuturnya.
Sebelumnya, berdasarkan hasil referendum yang dilakukan pemerintah Inggris, mayoritas warga Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa. Hasil referendum ini pun begitu mengejutkan berbagai pihak. Bahkan, akibat dari keputusan warga Inggris tersebut, Perdana Menteri Inggris, David Cameron, mengundurkan diri dari jabatannya.