REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan memaparkan mengenai realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2016 per 31 Mei. Dari data yang disuguhkan, Pemerintah Indonesia mengalami defisit Rp 189,1 triliun.
Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Kementerian Keuangan Luky Alfirman menjelaskan, hingga akhir Mei, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp 496 triliun atau sebesar 27,2 persen dari target APBN 2016 sebesar Rp 1.8225,5 triliun. Sedangkan, realisasi belanja negara mencapai Rp 685,8 triliun atau sebesar 32,7 persen dari pagu APBN sebesar Rp 2.095,7 triliun.
"Berdasarkan realisasi pendapatan dan belanja negara tersebut, realisasi defisit APBN mencapai Rp 189,1 triliun atau 1,49 persen terhadap PDB (produk domestik bruto). Ini masih mengacu pada APBN, belum APBNP (Perubahan--Red)," kata Luky dalam jumpa pers di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jumat (10/6).
Menurut Luky, realisasi pendapatan negara yang bersumber dari penerimaan perpajakan dari Januari hingga Mei mencapai sekitar Rp 406,9 triliun, sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang mencapai sekitar Rp 435,3 triliun. Namun, khusus penerimaan perpajakan pada Mei berhasil mencapai sebesar Rp 86,4 triliun, lebih besar dibanding Mei 2015 yang mencapai sebesar Rp 80,7 triliun.
Dengan adanya kenaikan pajak pada Mei, ini memperlihatkan pertumbuhan positif yang mengindikasikan bahwa kondisi makroekonomi yang didukung oleh peningkatan belanja pemerintah semakin positif. Tren ini pun diharap bisa semakin meningkat pada bulan Juni hingga Desember sehingga dapat mendukung pencapaian target pendapatan negara.
Sedangkan, realisasi pendapatan negara yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sampai dengan Mei baru menembus Rp 89,1 triliun. Pendapatan ini masih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang mencapai sebesar Rp 98,1 triliun. "Kondisi ini terutama dipengaruhi oleh turunnya harga komoditas, meskipun terdapat peningkatan penerimaan dari PNBP lainnya dan pendapatan badan layanan umum (BLU)," ujar Luky.
Sementara, untuk realisasi belanja negara yang digunakan untuk belanja pemerintah pusat sampai akhir Mei mencapai sekitar Rp 357,4 tiliun. Nilai belanja ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada 2015 yang mencapai Rp 330,2 triliun. Belanja pemerintah pusat tersebut meliputi belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp 179,6 triliun dan belanja non-K/L sebesar Rp 177,8 triliun.
Tingginya realisasi belanja K/L dipengaruhi upaya percepatan realisasi belanja, antara lain melalui percepatan lelang yang terlihat pada peningkatan belanja modal dan belanja barang. Di sisi lain, belanja negara untuk transfer ke daerah dan dana desa juga mangalami peningkatan yang cukup signiflkan, dari Rp 274,7 triliun pada periode Januari sampai dengan Mei 2015, menjadi Rp 328,4 triliun pada 2016. Peningkatan ini bertujuan untuk mendorong pembangunan infrastruktur di daerah.
Menurut Luky, dengan sejumlah peningkatan yang tecermin hingga Mei 2016 pada peningkatan realisasi belanja modal dibandingkan tahun lalu. Realisasi transfer daerah mengalami peningkatan cukup signifikan. Simpanan dana pemerintah daerah di perbankan menurun karena telah digunakan untuk mendorong kegiatan produktif bagi peningkatan kuaiitas pelayanan publik di daerah