Jumat 10 Jun 2016 03:41 WIB

Pemotongan Subsidi Solar Dianggap Wajar

  Aktivitas pengisisan bahan bakar di fasilitas Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Plumpang, Jakarta, Jumat (25/7). Untuk memenuhi kebutuhan Mudik, Pertamina melakukan penambahan dan monitoring stok dengan proyeksi rata-rata Premium 17,6 hari, Solar 20,7 ha
Foto: Adhi Wicaksono
Aktivitas pengisisan bahan bakar di fasilitas Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Plumpang, Jakarta, Jumat (25/7). Untuk memenuhi kebutuhan Mudik, Pertamina melakukan penambahan dan monitoring stok dengan proyeksi rata-rata Premium 17,6 hari, Solar 20,7 ha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menganggap rencana pemerintah melakukan pemotongan terhadap subsidi solar dari Rp 1.000 per liter menjadi Rp 350 per liter adalah wajar. "Situasi perekonomian memang sedang tidak kondusif, maka harus ada solusi seperti memotong anggaran dan subsidi. Masyarakat harus memahami hal ini," ujar Ketua KEIN Soetrisno Bachir, Kamis (9/6).

Menurut Soetrisno, demi menyukseskan pertumbuhan ekonomi di atas lima persen, pemerintah harus bertahan dari keadaan perekonomian dunia yang sedang tidak stabil, yang salah satu penyebabnya adalah rendahnya harga minyak. Namun, dia meminta pemerintah tidak melupakan aspek-aspek sosial masyarakat agar tidak terjadi kesenjangan sosial yang semakin parah.

"Pemerintah perlu melakukan pemerataan," kata dia.

Adapun rencana pengurangan subsidi solar masuk dalam asumsi dasar sektor ESDM untuk RAPBN-P 2016 yang disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (8/6).

Sudirman mengungkapkan kebijakan ini diambil pemerintah untuk memperkuat fiskal dan agar subsidi BBM lebih tepat sasaran.

"Kalau subsidi dikenakan langsung ke sektor energi, ada kemungkinan yang menikmati golongan menengah ke atas. Jadi nanti dialihkan ke bantuan sosial, kesehatan, infrastruktur dan pendidikan," ujar dia.

Namun, jika nantinya rencana ini disahkan setelah mendapat persetujuan DPR dan masuk dalam APBN-P 2016, Menteri ESDM menegaskan harga solar belum akan naik setidaknya sampai akhir tahun. Sebab, dengan nilai subsidi Rp 350 per liter, Indonesia masih memiliki 'bantalan' yang cukup untuk menanggung beban harga.

Pemerintah memang melakukan koreksi cukup signifikan terhadap APBN 2016. Khusus di sektor energi, menurunnya harga minyak dunia menjadi faktor utama penyesuaian anggaran. Dalam pemaparan asumsi dasar sektor ESDM untuk RAPBN-P 2016 di depan Komisi VII DPR RI, selain pengurangan subsidi solar, hal lain yang menurun adalah 'lifting' minyak dari 830 ribu barel per hari menjadi 810 ribu barel per hari.

Sementara "lifting" gas bumi juga berkurang dari 1,155 juta barel setara minyak (BOEPD) perhari menjadi 1,115 BOEPD dalam RAPBN-P 2016. Subsidi listrik akan bertambah dari Rp 38,39 triliun menjadi Rp 57,18 triliun.

Lainnya seperti volume BBM dan LPG tiga kilogram masih akan tetap di angka masing-masing 16,69 juta kiloliter dan 6,602 juta kiloliter. Pemerintah memasukkan perkiraan harga minyak mentah dunia sebesar 40 dolar AS perbarel dan melakukan pemangkasan anggaran Kementerian ESDM hingga Rp 825,1 miliar. Keputusan akhir atas seluruh asumsi dasar tersebut akan dikeluarkan setelah pemerintah dan DPR RI mencapai kesepakatan bersama.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement