REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha katering yang tergabung dalam Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) mengalami kerugian bisnis 20-30 persen. Faktor utama kerugian yakni harga pangan yang konsisten tinggi pada momen Ramadhan 2016.
"Anggota saya 30 ribuan pengusaha UKM, 40 persen bergerak di bidang katering, mereka sudah teriak-teriak kenapa harga tidak turun-turun," kata Ketua Umum DPP IWAPI Dyah Anita Prihapsari kepada Republika.co.id, Senin (6/6). Diah mengaku heran dengan gembar-gembor janji Presiden untuk menurunkan harga pangan menjadi ideal. Tapi hingga kini, janji dan upaya-upaya yang ditunjukkan tak membuahkan hasil.
Kerugian para pengusaha katering disebabkan mereka telah mematok harga produk-produk mereka ketika harga masih stabil sebelum Ramadhan. Ketika kontrak pesanan telah disepakati, mereka pun melakukan produksi dan menghadapi harga yang tinggi di pasar.
Diah pun meminta pemerintah segera memberi solusi untuk masalah tersebut. "Mungkin bisa mengusahakan agar pasokan bahan pangan untuk produksi pengusaha dijangkau dengan harga yang ramah," ujarnya. Namun ia hingga kini belum merasa terjadi perubahan signifikan atas upaya pemerintah mengendalikan harga.
Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Seri Hartati melihat, struktur pasar Indonesia belum terbentuk adil dengan model persaingan sempurna. "Pasar Indonesia memang unik, cuma di Indonesia, harga-harga pangan naik menjelang hari besar keagamaan, kalau di luar negeri justru sebaliknya," kata dia.
Ia membandingkan dengan negara-negara lainnya yang berpenduduk mayoritas Muslim. Di Malaysia dan Brunai Darussalam justru harga pangan baik-baik saja meski permintaan meningkat. Bahkan di negara lainnya, ketika natal pasar menyediakan banyak diskon bukannya menaikkan harga.
"Karena ketika permintaan banyak, pedagang telah terkondisi, sirkulasi komoditas lancar," ujarnya.
Baca juga: Konsumen Kecewa Operasi Pasar, Antre Panjang Tapi Barang Habis