REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengatakan harga gula pasir naik dan ikut menyumbang inflasi pada Mei karena tingginya permintaan masyarakat.
"Kemungkinan karena permintaan naik, untuk kuliner kita pasti membutuhkan gula, jadi itu yang mungkin mendorong," kata Sasmito di Jakarta, Rabu (1/6).
Sasmito mengatakan komoditas gula pasir mengalami kenaikan harga di 80 kota juga dikarenakan stok yang mulai terbatas menjelang puasa yang jatuh pada awal Juni 2016. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk menyiagakan pasokan bahan komoditas pangan, termasuk dengan mempertimbangkan kebijakan impor gula pasir, agar harga-harga tetap stabil pada periode puasa dan lebaran.
"Kalau tidak impor, bisa saja dengan melakukan peningkatan produksi. Hanya saja produksi umumnya mengandalkan tebu, dan itu umurnya enam bulan. Jadi tidak bisa langsung menanam dan memanen dalam waktu singkat," kata Sasmito.
BPS mencatat gula pasir merupakan komoditas ketiga terbesar, setelah daging ayam ras dan tarif angkutan udara, yang menjadi penyumbang inflasi pada Mei sebesar 0,24 persen, karena pasokan yang terbatas menjelang puasa.
Harga gula pasir rata-rata mengalami kenaikan 7,4 persen pada periode Mei dengan kenaikan harga tertinggi terjadi di Bulukumba hingga 19 persen dan Sumenep 17 persen.
Dalam bobot penghitungan inflasi, gula pasir menyumbang 0,52 persen dari keseluruhan faktor penyumbang inflasi Mei, dengan andil sebesar 0,02 persen dari inflasi nasional yang tercatat 0,24 persen.