REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai tingkat kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) industri perbankan belum mengkhawatirkan kendati sempat menunjukkan tren peningkatan.
"NPL belum mengkhawatirkan, tapi kita harus tetap waspada juga," kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK Budi Armanto di Jakarta, Rabu (1/6).
NPL perbankan per Maret 2016 mencapai level 2,8 persen (gross) atau 1,4 persen (nett), meningkat dibandingkan posisi pada Desember 2015 2,5 persen (gross) dan 1,2 persen (nett).
Menurut Budi, perlambatan ekonomi domestik serta masih jatuhnya harga komoditas ekspor andalan Indonesia menjadi penyebab menurunnya permintaan kredit dan meningkatnya NPL.
"Ini karena situasi ekonomi ya. Kita kan banyak ekspor komoditi primer, kan harganya jatuh tuh. Pertambangan juga kebanyakan ekspor ke Cina, Cina kan juga lagi turun. Jadi NPL memang ada sedikit naik terutam yang di mining (tambang)," ujar Budi.
Pertumbuhan kredit sendiri tercatat masih di bawah ekspektasi yakni 8,7 persen (yoy) per Maret 2016 dari sebelumnya 8,2 persen (yoy).
Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) tercatat sebesar 6,4 persen (yoy), menurun dibandingkan bulan sebelumnya 6,9 persen.