Jumat 20 May 2016 10:55 WIB

Target Pertumbuhan 2016 Direvisi, Ekonom: Banyak Ketidakpastian

Rep: c37/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2016 dari 5,2-5,6 persen (yoy) menjadi 5,0-5,4 persen (yoy) dilakukan karena masih banyak ketidakpastian dari faktor eksternal dan domestik.

Ekonom BCA, David Sumual mengatakan, ketidakpastian dari domestik seperti harga komoditas yang masih lemah, dan konsumsi domestik yang relatif stagnan. "Dari pemerintah, investasi belanja pemerintah juga tidak sesuai harapan, terutama belanja di daerah. Dana yang masih belum dipakai di daerah kan sebanyak Rp 220 triliun. Itu menghambat juga pertumbuhan di daerah," kata David Sumual pada Republika, Kamis (19/5) malam.

Menurutnya, kinerja daerah ke depannya sangat pengaruh. Adanya ketidakpastian anggaran menyebabkan banyak yang menunda belanja karena masih menunggu revisi APBN. Selain itu, RUU tax amnesty atau pengampunan pajak juga akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi ke depannya.

"Walaupun memang kita harap setelah UU jadi bisa menambah penerimaan negara, UU dibawahnya juga harus cepat dibuat juga seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK)," jelasnya.

Selain itu, kata David, saat UU Tax Amnesty disahkan, administrasi perpajakan juga harus segera dipersiapkan. "Kalau administrasi perpajakan belum siap, nanti juga khawatir dampak dari aturan-aturan yang dibuat itu bukan tahun ini tapi tahun depan," katanya.

Sementara dari sisi eksternal, menurut David, pemerintah tidak bisa berharap dengan kondisi melesunya perekonomian global. Apalagi Dana Moneter Internasional (IMF) telah merevisi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2016 menjadi 3,2 persen dan 2017 sebesar 3,5 persen dari sebelumnya masing-masing 3,4 persen dan 3,6 persen

"Jadi daya dorongnya dari dalam negeri, jadi domestik yang tetap stabil, harga-harga jangan melonjak. Dari sisi investasi asing diperketat, karena mereka masih menunggu implementasi regulasi dari paket-paket kebijakan itu yang belum keluar," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement