REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sengketa pajak pertambahan nilai (PPN) pada pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) generasi III masih belum menemui kejelasan.
Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu Sjahrir mengungkapkan, ada kelebihan pajak sekira Rp 1,5 triliun yang harusnya dikembalikan kepada para kontraktor, karena mereka dianggap berhak atas restitusi pajak pertambangan tersebut.
Pandu menambahkan, hingga kini belum ada respons dari pemerintah terkait hal ini. Pihaknya pun telah melayangkan surat kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang baru di pimpin Ken Dwijugiasteadi.
"Nilainya ada Rp 1,5 triliun yang harus diberikan kepada 11 PKP2B generasi III. Tapi belum ada respons hingga ini," tuturnya di Menara Kuningan Jakarta, Kamis (19/5).
Namun, Pandu tidak menjabarkan 11 perusahaan PKP2B tersebut. Hanya dua menyebutkan terdapat dua perusahaan berstatus terbuka.
Sebagai informasi, sengketa ini berawal dari penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 tahun 2000 yang menyatakakan batu bara tidak termasuk barang kena pajak (BKP). Padahal, dalam kontek PKP2B generasi III bisa mendapatkan restitusi (pengembalian) pajak.
Inkonsistensi itu juga menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan Direktorat Jenderal Pajak tidak konsisten terhadap pengenaan PPN bagi PKP2B generasi III.