Selasa 10 May 2016 14:43 WIB

JK Sebut Pemerintah Bisa Goyah karena Pangan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nur Aini
Jusuf Kalla
Foto: EPA/Andrew Gombert
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan kondisi pangan di suatu negara dapat menyebabkan pemerintahan goyah dan berganti. Ia mencontohkan, pada 1965 sempat terjadi krisis pangan sehingga menyebabkan pemerintahan di Indonesia berganti.

"Di semua negara, pengalaman Indonesia, pemerintahan berganti karena pangan. 1965 kesulitan pangan terjadi, orang antre, juga karena krisis politik dan ekonomi pada waktu itu, pemerintahan bubar," kata JK di gedung Bulog, Jakarta, Selasa (10/5).

Krisis pangan juga mempengaruhi kondisi pemerintahan Indonesia pada 1998, selain juga disebabkan krisis ekonomi dan politik. Saat itu, kata JK, Indonesia mengimpor enam juta ton beras lantaran terjadi el nino.

"Itu efek yang terjadi, di samping bisa menyulitkan masyarakat juga bisa menjatuhkan pemerintahan," kata JK.

Masalah pangan selalu terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dengan lahan yang semakin terbatas. Selain itu, masalah iklim juga sangat mempengaruhi hasil pertanian.

JK mengatakan saat ini juga terjadi perubahan pola makan masyarakat. Jika pemerintah memberikan kampanye cara makan yang baik, maka menurutnya dapat mengurangi jumlah permintaan beras hingga 30 persen.

"Dulu beras tidak jadi masalah karena di Papua, Maluku orang makan sagu, sekarang semua makan beras, dulu sarapan makan singkong ubi, sekarang nasi tapi berubah lagi jadi indomie," kata JK.

Bulog pun bertugas untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas pangan nasional. JK mengatakan, distribusi dan suplai pangan merupakan masalah yang selalu terjadi selama ini. Sebagai negara kepulauan, Indonesia pun membutuhkan sistem logistik yang lebih rumit dibandingkan negara lainnya.

Selain itu, menjaga keseimbangan konsumen dan produsen juga merupakan tugas pemerintah. Jika barang konsumsi masyarakat sudah tak menarik lagi bagi produsen, maka produsen akan menghentikan produksinya.

Ia mencontohkan, negara Mesir pernah menjadi produsen gandum terbesar, namun saat ini mereka justru mengimpor gandum. Sebab, saat itu pemerintah telah mengendalikan harga gandum terlalu rendah sehingga petani tidak tertarik untuk memproduksi gandum.

"Artinya dia salah dalam keseimbangannya, maka kita harus betul dalam keseimbangan harga. Baik untuk konsumen tapi juga adil untuk produsen," ujar JK.

JK menekankan, untuk mencegah terjadinya kembali krisis pangan, diperlukan optimisme dengan memanfaatkan kemampuan teknologi dan menciptakan sistem pertanian yang baik. Sehingga dapat menciptakan keseimbangan yang baik bagi produsen dan konsumen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement