REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah segera merealisasikan pembentukan Holding BUMN Energi, agar paket Kebijakan Ekonomi Presiden Jokowi bisa berjalan, terutama yang terkait dengan energi.
"Saat ini Paket Kebijakan Ekonomi tidak bisa berjalan karena tidak ada yang menjadi 'moderator'. Makanya, Holding BUMN Energi sangat mendesak dan kalau bisa setelah 17 Agustus semua sudah harus tuntas," kata Wakil Ketua Komite Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kadin Indonesia Achmad Widjaya di Jakarta, Senin (9/5).
Menurut dia, terdapat tiga paket yang harus diprioritaskan dalam paket kebijakan ekonomi tersebut yakni pertama, terkait refinery; kedua, mengenai energi terbarukan, dan ketiga, terkait konvesi gas pada kendaraan bermotor. Semua prioritas tersebut, lanjutnya, masih menunggu siapa yang akan menjadi moderator, sehingga kalau holding tertunda, maka akan menghambat paket kebijakan ekonomi tersebut.
Salah satu akibat tertundanya pelaksanaan paket kebijakan ekonomi, adalah harga gas yang masih tinggi, baik untuk industri maupun rumah tangga. Masih tingginya harga gas, tambahnya, karena kebijakan harga seperti yang digarisbawahi dalam paket ekonomi tersebut, juga tidak bisa dilaksanakan.
Achmad menyatakan, holding memang membuat Pertamina sebagai induk menjadi lebih efisien. Efisiensi terjadi, antara lain karena holding akan menghilangkan tumpang tindih antara Pertagas dan PGN, seperti yang selama ini terjadi.
"Tanpa holding, maka pipanisasi di Indonesia akan tumpang tindih.Karena BUMN-nya saja tumpang tindih. Nah, di dalam paket holding BUMN itulah harus ditegaskan mengenai satu pintu kebijakan," katanya.
Keberadaan Holding BUMN Energi, lanjut dia, memang akan mampu menyatukan persepsi kebijakan yang diterapkan dari hulu sampai ke hilir, berbeda dengan saat ini, dimana kebijakan terkait hulu dan hilir masing-masing berjalan sendiri.