REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional menunjukkan kinerja yang cukup gemilang. Pada Februari 2016, nilai ekspor naik sebesar 6,81 persen jika dibandingkan periode sebelumnya (month on month).
Industri ini merupakan industri padatkarya, yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1,5 juta orang atau sekitar 10,36 persen tenaga kerja di sektor industri. Di Indonesia, aktivitas produksi tekstil telah terintegrasi dari hulu sampai hilir, bahkan produknya juga dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional.
“Kita sudah menyasar ke industri tekstil ke non-woven dan ke depan akan terus diperkuat. Ini bagian strategi diversifikasi produk sekaligus perluasan pemasaran ekspor,” kata Menteri Perindustrian Saleh Husin pada pembukaan Musyawarah Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) ke-14 sekaligus meresmikan Pameran Indo Intertex, Inatex, Indo Dyechem, dan Indo Texprint di JI-Expo, Kemayoran, Jakarta, Rabu (27/4).
Produk non woven itu diantaranya digunakan untuk material pembangunan infrastruktur jalan tol, agro-textiles, medis, industri makanan dan minuman, industri otomotif serta industri manufaktur konsumsi lainnya.
Pengembangan produk itu turut memperkuat daya saing yang menjadi modal kuat bagi industri TPT nasional. Apalagi, pasar tektil masih luas dan juga permintaannya besar.
“Dalam periode lima tahun terakhir, rata-rata meningkat sebesar 9,9 persen per tahun, dimana Indonesia baru bisa mensuplai 0,47 persen dari kebutuhan dunia,” tuturnya.
Menperin optimistis pasar global industri TPT akan terus membaik dengan diikuti kenaikan permintaan. Untuk itu, peluang yang ada dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dengan terus melakukan peningkatan daya saing dan perluasan pasar ke non tradisional.