Senin 18 Apr 2016 18:45 WIB

Adaro Seriusi Pembangkit Listrik Mulut Tembang

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Presiden Direktur Garibaldi Thohir (tengah) usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT. Adaro Energy Tbk 2016 di Jakarta, Senin (18/4).(Republika/ Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Presiden Direktur Garibaldi Thohir (tengah) usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT. Adaro Energy Tbk 2016 di Jakarta, Senin (18/4).(Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Adaro Energy Tbk mulai menyeriusi pembangkit listrik mulut tambang (mine mouth power plant) seiring dengan target pemerintah mengoptimalkan produksi batu bara dalam negeri. Hal ini juga dinilai sejalan dengan rendahnya harga komoditas batu bara beberapa tahun belakangan.

Presiden Direktur Adaro Garibaldi (Boy) Thohir menjelaskan, pemanfaatan sumber batu bara untuk pembangkit listrik di mulut tambang sebagai upaya untuk mengoptimalkan tambang batu bara yang lokasinya berada di lokasi terpencil dan akses yang sulit. Kondisi ini, kata dia, membuat tranportasi batubara menjadi tidak efisien. Dengan kondisi ini dinilai lebih efektif memindahkan listrik daripada memindahkan batubara. Artinya, pembangkit mulut tambang bisa menghemat buaya operasi.

Boy melanjutkan, rencana pengembangan pembangkit mulut tambang akan fokus di beberapa provinsi termasuk Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sumatera Selatan.

"Karena kita sangat antusias dalam program pemerintah dalam bangun 35 ribu MW. Dan ini satu peluang untuk kami sehingga kami bisa berperan lebih banyak dalam bangun PLTU di Jawa dan luar Jawa," ujar Boy usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan, di Jakarta, Senin (17/4).

Boy menambahkan, keseriusan pihaknya untuk menggarap pembangkit mulut tambang tidak terhambat oleh adanya Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyediaan dan Penetapan Harga Batu Bara untuk Pembangkit Listrik Mulut Tambang.

Sebelumnya, beleid tersebut dinilai akan membebani para perusahaan di industri pertambangan termasuk batu bara. Boy menilai aturan tersebut justru menjadi jalan tengah bagi pelaku usaha dan industri kelistrikan, termasuk PLN.

"Memang pengguna batu bara terbesar adalah PLN dan IPP yang lain. Kita tahu bahwa komoditas kan up and down. Kadang naik turun. Perusahaan tambang kecil begitu harga naik ya mohon maaf, dia akan jual batu bara ke luar negeri," katanya.

Boy mengungkapkan, ketika periode akhir 2009 hingga 2011 harga batu bara naik tinggi. Saat itu, katanya, PLN merasa keberatan karena batu bara sebagai bahan baku pembangkit sulit mereka penuhi. Tingginya harga bahan baku lantas menaikkan biaya produksi.

"Sehingga saat itu PLN sampai minta bantuan pemerintah untuk bagaimana bisa pemerintah berperan aktif sehingga ada lah yang namanya domestic market obligation. Nah saat batu bara turun karena kita masih konstribusi lewat pajak, ikut turun," ujarnya.

Baca juga: Adaro tak Keberatan Moratorium Izin Lahan Tambang

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement