Rabu 13 Apr 2016 20:46 WIB

Investor Lokal Berpeluang Besar Beli Saham Asing

  Aktivitas tambang Batu bara PT Bukit Asam (PTBA) Tbk di lokasi Unit Pertambangan Tanjung Enim, Sumatera Selatan (Sumsel).   (Republika/Maspril Aries(
Aktivitas tambang Batu bara PT Bukit Asam (PTBA) Tbk di lokasi Unit Pertambangan Tanjung Enim, Sumatera Selatan (Sumsel). (Republika/Maspril Aries(

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Fenomena sejumlah investor global yang berencana melepas saham di perusahaan pertambangan nasional yang terjadi beberapa waktu terakhir, bisa menjadi peluang bagi perusahaan nasional mengelola sumber daya alam dalam negeri.

Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Simon Felix Sembiring mengatakan, saat inilah saat yang tepat bagi investor lokal mengakuisi saham asing di sektor pertambangan Tanah Air.

“Sekarang saatnya investor lokal mengembangkan sumber daya alam kita. Kalau sudah banyak duit kenapa harus bergantung sama asing lagi,” kata Simon, di Jakarta, Selasa (12/4).

Pernyataan Simon menanggapi rencana perusahaan-perusahaan asing yang akan melepas saham di sektor pertambangan. Setelah Newmont yang akan melepas saham ke Medco, dalam beberapa waktu terakhir beredar kabar BHP Billiton diam-diam juga akan melepas saham di PT Indomeat Coal (IMC). BHP menguasai 76 persen di IMC, sisanya dimiliki PT Adaro Energy Tbk.

Simon menegaskan, kondisi saat ini merupakan eranya investor lokal membeli saham investor asing. Setelah Medco, sekarang Adaro berkesempatan untuk lakukan hal serupa di proyek IMC.

 “Sekarang dia kan bangsa kita, kenapa nggak di-support juga daripada dia bikin usaha di Cina. Padahal, duitnya dari sini kan? Jadi, semangatnya itu, sekarang pemerintah bikinlah iklim yang kondusif,” ujar Simon.

Simon melanjutkan, saat ini bukan era Undang–Undang tahun 1967 dan saatnya membangun Indonesia.

Pemerintah semestinya mendukung pengusaha nasional dalam rangka mengembangkan sumber daya alam di Indonesia. “Sekaranglah saatnya mengembangkan sumber daya alam kita sendiri,” jelas Simon.

Kendati demikain, dia menambahkan, langkah perusahaan nasional mengakuisisi saham perusahaan asing harus tetap dengan pertimbangan dan analisa risiko. Hal yang jelas, dia mendukung apabila ada perusahaan nasional yang mampu melakukan itu.

“Kita dukung pengusaha nasional dalam rangka mengembangkan itu. Ini bukan era 1960-an, mereka sudah mampu kok. Kalau kita sudah punya kemampuan finansial apa yang tidak bisa kita beli kan yang penting kan kita mengontrol, ya kita profesional lah,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Energi Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara juga mendukung pengusaha nasional terutama BUMN untuk melakukan divestasi.

“Bagus-bagus saja, tapi yang penting tetap harus dikawal agar jangan sampai merugikan negara,” kata Marwan.

Marwan menyatakan, idealnya perusahaan asing seperti Newmont dan BHP Billiton yang akan melakukan penjualan saham di Indonesia harus melapor terlebih dulu ke pemerintah. “Mereka nggak bisa begitu saja meninggalkan ini,” katanya.

Hingga saat ini, BHP Billiton memang belum melaporkan rencana penjualan 76 oersen saham mereka di PT IMC kepada pemerintah. IMC masih memegang konsesi pertambangan batu bara di Kalimantan. IndoMet Coal memegang tujuh Konsesi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) proyek batu bara di Kalimantan, yakni PT Lahai Coal, PT Ratah Coal, PT Juloi Coal, PT Pari Coal, PT Sumber Barito Coal, PT Kalteng Coal dan PT Maruwai Coal. Sebagian besar usahanya menambang batu bara jenis metallurgical coal. IMS melakukan eksplorasi sejak 1997 dan baru melakukan penjualan komersial batu bara perdana pada September 2015 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement