REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Para petani tebu rakyat di wilayah Jawa Barat (Jabar) berharap agar pemerintah segera menetapkan harga patokan petani (HPP) sebagai harga dasar gula. Hal itu untuk menghadapi persaingan dengan gula dari luar negeri di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) seperti sekarang.
Sekretaris DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar, Haris Sukmawan mengatakan, di era MEA, pemerintah meniadakan harga dasar gula dan melepasnya melalui mekanisme pasar.
''Padahal, di era MEA, gula rakyat harus bersaing dengan gula dari luar negeri. Pemerintah harus segera menetapkan harga dasar gula,'' tegas pria yang akrab disapa Wawan itu, Rabu (13/4).
Wawan berharap, pemerintah menetapkan harga dasar gula sebelum musim giling dimulai bulan depan. Dia pun meminta, harga dasar gula pada tahun ini lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang hanya Rp 8.900 per kg.
Wawan menyebutkan, biaya pokok produksi (break event point/BEP) gula mencapai Rp 9.100 - Rp 9.250 per kg. Karena itu, maka harga dasar gula yang diharapkan minimal bisa mencapai Rp 10 ribu per kg.
Wawan mengakui, gula dari luar negeri, seperti dari Thailand dan Vietnam, lebih efisien dalam produksinya dibandingkan dengan gula lokal. Karena itu, harganya pun menjadi lebih murah.
Lebih efisien dan murahnya gula dari luar negeri itu dikarenakan adanya proteksi dari pemerintahnya masing-masing. Seperti bunga pinjaman bank yang rendah dan tingkat rendemen yang tinggi.
Untuk tingkat rendemen, selama ini tebu rakyat hanya bisa menghasilkan rendemen yang rendah. Hal itu dikarenakan mesin-mesin di pabrik gula sudah berusia tua yang merupakan peninggalan penjajah Belanda.