Senin 21 Mar 2016 19:25 WIB

Asuransi Syariah Diminta Lebih Berperan di Ekonomi Nasional

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nur Aini
Asuransi syariah (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Asuransi syariah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ingin industri perasuransian syariah lebih berperan dalam ekonomi nasional dan masyarakat setelah pangsa pasarnya sudah melampaui lima persen. Inovasi produk dan perluasan jaringan diharapkan bisa mempercepat pertumbuhan industri.

Anggota Komisioner dan Kepala Eksekutif Pengawas Indukstri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani memaparkan, dari laporan bulanan akhir tahun 2015 industri yang dicatat OJK, industri asuransi syariah menunjukkan perkembangan membanggakan dengan capaian aset per 30 Desember 2015 sebesar Rp 26,5 triliun meningkat 18,83 persen dibanding 2014. Kontribusi bruto Rp 10,5 triliun dan klaim Rp 3,3 triliun.

Namun asuransi syariah belum memberikan kontribusi besar di  sektor jasa keuangan. Pangsa pasar asuransi syariah pada 2015 baru mencapai Rp 5,43 persen, meningkat dari 4,83 persen pada 2014.

''Akhirnya asuransi syariah keluar dari jebakan pangsa pasar lima persen. OJK juga terus memperhatikan agar industri keuangan syariah bisa keluar dari angka lima persen. Karena perkiraan kami, industri asuransi syariah Malaysia saja baru efisien saat pangsa pasarnya 15 persen, kalau di bawah itu masih berat,'' tutur Firdaus mengawali Rapat Tahunan Anggota dan Musyawarah Nasional Luar Biasa Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) di Pusat Pengembangan SDM Asuransi AAUI, Senin (21/3).

Pangsa pasar asuransi syariah Malaysia bisa 15 persen karena ada dukungan luar biasa dari pemerintah. ''Di sana yang ditawarkan pertama produk syariah  dulu, sebaliknya di sini. Jadi bagaimana pemilik UUS mau menampilkan pelayanan syariah yang tidak kalah,'' ungkap Firdaus.

Melihat statistik, peran asuransi syariah ke depan akan semakin signifikan meski pangsa pasar masih terbatas. Menurutnya, masih banyak upaya perbaikan bersama untuk meningkatkan peran asuransi syariah di Indonesia.

Firdaus mengatakan, pelaku industri sektor riil masih lebih senang memilih mengakses dana dari lembaga keuangan konvensional dibanding dari lembaga keungan syariah atau pasar modal. Di pasar modal, selain biaya, persyaratan administrasinya dinilai detil dan rumit. Sementara dari produk keuangan syariah masih mahal.

''Ini perlu jadi perhatian sektor asuransi syariah untuk menciptakan produk asuransi yang lebih baik, bukan sekedar alternatif tetapi menjadi acuan masyarakat untuk membeli sehingga jadi mesin akselerasi pertumbuhan industri. Industri tidak bisa lagi mengandalkan komitmen emosional,'' kata Firdaus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement