REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestasi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Ida Bagus Putera mengatakan, penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) masih dinilai maju mundur. Padahal, SVLK merupakan bukti produksi kayu dan olahan kayu yang diekspor ke luar negeri berasal dari bahan baku kayu yang 'halal', bukan dari hasil penebangan liar. Namun, pada kenyataannya hingga saat ini masih terdapat produk-produk yang tidak wajib SVLK.
Akan hal ini, ia mengatakan, Indonesia mendapat citra negatif akibat dinilai belum berkomitmen menjaga kelestarian alam. Untuk itu, produk kayu dan olahan kayu Indonesia yang diekspor ke negara-negara Uni Eropa (UE) harus dikenakan uji tuntas (due diligent) untuk memastikan produk tersebut berasal dari kayu yang 'halal'.
"Sejak 2013 SVLK sudah mulai diterapkan, tapi belum diwajibkan semua. Indonesia dianggap belum berkomitmen dengan janjinya sendiri untuk menjaga kelestarian, makanya kita diganjar dengan due diligent sebagai cara mereka untuk memastikan sendiri legalitas kayu yang masuk ke negara mereka," ujarnya dalam Dialog Mingguan KLHK bertajuk 'Inisiasi Gerakan Beli Kayu Legal,' di Kantor KLHK, Jakarta, Jumat (18/3).
Ia menjelaskan, sertifikat SVLK sebenarnya dikeluarkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, namun kebijakan penerapannya berada di Kementerian Perdagangan.