REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menilai, akan sangat merugikan jika Indonesia hanya menjual gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) dari Ladang Gas Abadi di Blok Masela, Laut Arafura, Maluku.
Tenaga Ahli Menteri Bidang Kebijakan Energi Kemenko Kemaritiman Abdulrachim dalam diskusi migas di Jakarta, Jumat, mengatakan, LNG merupakan bentuk gas yang dicairkan agar lebih mudah ditransportasikan ke tempat lain.
"Kita jual LNG ke Jepang, Tiongkok, itu jual murah. Padahal, untuk ubah gas jadi LNG itu butuh biaya besar. Jadi, kita rugi kalau hanya bikin LNG," katanya.
Abdulrachim menjelaskan, untuk menjadi LNG, gas diproses sedemikian rupa dengan instalasi yang rumit berupa pendinginan hingga minus 150 hingga minus 160 derajat Celcius.
Proses pendinginan itu membuat gas menjadi cair dan volumenya menyusut hingga seperenam kali gas sehingga mudah ditransportasikan (dipindahkan).
"Jepang, misalnya, adalah negara yang miskin energi. Dia perlu gas, tapi kalau dalam bentuk gas, bawanya susah. Makanya, perlu diubah jadi LNG dan sudah sampai di sana diubah lagi jadi gas," katanya.
Gas yang diubah Jepang dari LNG nantinya akan masuk industri petrokimia yang menjadi bahan baku berbagai macam produk, seperti amonia, metanol, hingga plastik.
"Bahkan, di satu mobil saja, 40 persennya merupakan produk turunan gas dan petrokimia. Dan sekarang kita masih impor plastik hingga Rp100 triliun," ujarnya.
Abdulrachim menambahkan, LNG sebagai bahan baku energi tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi kecuali jika masuk ke industri petrokimia.
"Gas itu lebih besar manfaat ekonominya di petrokimia karena memberikan nilai tambah yang jauh lebih tinggi dibanding jual LNG. Makanya, kita rugi kalau hanya bikin LNG," pungkas dia.