Sabtu 05 Mar 2016 21:53 WIB

BSM Hentikan Dana Talangan Haji Sejak 2014

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Achmad Syalaby
Direksi Bank Syariah Mandiri, Dir Financing Risk & Recovery Choirul Anwar, Dir Distribution & Service Edwin Dwijajanto, Dir Utama Agus Sudiarto dan Dir Finance and Strategy Agus Dwi Handaya berbincang usai memberi laporan kinerja BSM tahun 2015 di Jakarta,
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Direksi Bank Syariah Mandiri, Dir Financing Risk & Recovery Choirul Anwar, Dir Distribution & Service Edwin Dwijajanto, Dir Utama Agus Sudiarto dan Dir Finance and Strategy Agus Dwi Handaya berbincang usai memberi laporan kinerja BSM tahun 2015 di Jakarta,

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Utama Bank Syariah Mandiri Agus Sudiarto mengatakan, setelah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) menerbitkan Fatwa 29/2002 tentang pembiayaan pengurusan haji lembaga keuangan syariah (LKS), BSM menghentikan talangan haji sejak 2014. Penghentian ini memang memengaruhi pendapatan BSM, tapi pendapatan dari usaha lain bisa menutup.

Direktur Keuangan dan Strategi BSM Agus Dwi Handaya mengungkapkan, sesuai fatwa DSN MUI dan aturan Kementerian Agama, lembaga keuangan syariah bisa memberi talangan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) menggunakan akad qard dengan jangka maksimal satu tahun. Sifatnya pun talangan, bukan pembiayaan. BSM menghentikan pembiayaan talangan haji setelah fatwa dan aturan keluar.

Agus Dwi menekankan, operasional bank syariah pasti mengikuti arahan berdasarkan fatwa. ''Pendapatan kami memang turun karena pendapatan dari jasa talangan haji cukup signifikan,'' kata Agus Dwi di Kantor BSM baru-baru ini.

Saat dihentikan pada 2014 pembiayaan talangan haji mencapai Rp 2,5 triliun dan pada 2015 sudah tinggal Rp 600 miliar. Pada 2015 pendapatan jasa dari dana talangan haji turun menjadi Rp 91 miliar dari Rp 251 miliar. Tapi digantikan dari pendapatan jasa administrasi tabungan Rp 150 miliar, gadai dan cicil emas Rp 200 miliar serta transaksi elektronik Rp 150 miliar.

Dalam Fatwa 29/2002, DSN MUI memberi ketentuan, dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 9/DSN-MUI/IV/2000. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001.

Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji. Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement