Kamis 03 Mar 2016 00:50 WIB

Solusi Polemik Blok Masela Ada di Tangan Jokowi

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Blok Masela
Foto: blogspot.com
Blok Masela

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik Blok Masela terus berlanjut. Pemerintah belum memutuskan skema apa yang akan digunakan dalam membangun fasilitas gas alam cair (LNG), apakah dibangun di darat atau di laut. Bahkan, Presiden Joko Widodo mengaku butuh waktu untuk bisa memutuskan hal ini.

Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menilai, Presiden Jokowi harus segera menjadi penengah dalam ribut antar menteri di kabinetnya. Enny memandang, tanpa melihat skema pembangunan apa yang paling benar, ketidaksesuaian antara level kementerian teknis dan kementerian koordinator menunjukkan bahwa hierarki ketatanegaraan sudah tidak berlaku lagi. Alasannya, Kemenko yang seharusnya bisa mengoordinasikan kementerian di bawahnya justru berseberangan.

"Pak Jokowi mestinya tinggal mengumpulkan timnya, bagaimana pendapat dari kementerian ESDM dan lainnya. Nah persoalannya kan gini, Menkonya yang level keduanya ini berseberangan dengan menteri teknisnya, nah kalau seperti ini ya sudah, ini harus ditarik ke atas semua di top leadernya. Pak Jokowi sekarang kuncinya," kata Enny dalam diskusi di Kompleks MPR DPR, Jakarta, Rabu (2/3).

Enny menilai, apabila ribut soal Blok Masela ini hanya karena dilema teknis semata, seharusnya Presiden bisa cepat memutuskan. Namun, apabila sudah berhubungan dengan konflik kepentingan maka memang jadinya akan berlarut seperti ini. Masalah lain yang timbul, kata Enny, adalah keberadaan cost recovery yang harus dikembalikan oleh pemerintah kepada operator. Alasannya, menurutnya, selama ada term cost recovery dalam kontrak, maka operator yang merupakan swasta asing lah yang paling diuntungkan.

"Jadi intinya, bagaimana agar sumber daya kita dikuasai dulu sepenuhnya oleh pemerintah. Nah soal tekniknya, mau di darat atau di laut tinggal lihat mana yang terbaik. Yang penting dikuasai negara dulu," ujar Enny.

Pemerintah masih belum memutuskan apakah fasilitas LNG akan dibangun di laut (offshore) atau di darat (onshore). Perbedaan pendapat justru terjadi di dalam pemerintahan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengacu pada hasil studi yang sebutkan pembangunan di offshore lebih efisien dan irit. Sementara itu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya justru kekeuh pembangunan harus dilakukan di onshore.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement