REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan program pengampunan pajak memiliki manfaat jangka pendek dan jangka panjang bagi perekonomian Indonesia. Dia pun berharap pemerintah dan DPR dapat segera membahas RUU Pengampunan Pajak supaya cepat disahkan dan diimplementasikan.
Yustinus menjelaskan, manfaat jangka pendek pengampunan pajak adalah bertambahnya penerimaan negara. Menurut dia, pengampunan pajak menjadi solusi paling jitu menambah penerimaan di tengah merosotnya harga minyak dunia dan anjloknya harga komoditas.
Selain itu, pemasukan dari program pengampunan pajak diyakini dapat mencegah melebarnya kekurangan penerimaan pajak atau shortfall seperti tahun lalu.
"Tahun lalu, pemerintah kebingungan karena di akhir tahun pemasukan kurang, sementara belanja pemerintah sedang gencar-gencarnya. Pengampunan pajak bisa menjadi solusi atas permasalahan itu," kata Yustinus kepada Republika, Senin (22/2) malam.
Kalau pendapatan negara bisa terjamin, kata Yustinus, maka belanja negara juga bisa tereksekusi dengan baik. Pemerintah pun bisa tenang menjalankan program pembangunan infrastruktur, pendidikan hingga kesehatan.
Sedangkan efek jangka panjangnya, ujar dia, basis pajak akan meningkat. Selama ini, masih banyak warga negara Indonesia yang melakukan praktik penghindaran pajak, misalnya dengan menyembunyikan uang-uangnya di bank luar negeri.
"Mereka akan terdorong karena pada 2017 nanti ada keterbukaan informasi perbankan untuk perpajakan. Nah, dari pada mereka nanti ketahuan dan kena sanksi, jadi lebih baik mengikuti program pengampunan pajak," ujarnya.
Pemerintah sudah merampungkan draf RUU Pengampunan Pajak. Dalam draf tersebut, pemerintah menetapkan tarif tebusan yang lebih rendah bagi wajib pajak yang mau melakukan repatriasi aset saat mengikuti program pengampunan pajak.