Ahad 21 Feb 2016 17:00 WIB

BI Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi 2016 Bisa 5,6 Persen

Rep: C37/ Red: Nur Aini
Pertumbuhan ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Pertumbuhan ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 akan meningkat. Hal ini terlihat dari keyakinan investor asing dalam mengucurkan modalnya masuk ke Indonesia (capital inflow).

Berdasarkan data statistik Neraca Pembayaran Indonesia, tercatat bahwa capital inflow yang sempat sebesar 26 miliar dolar AS pada 2014, anjlok menjadi hanya 16,7 miliar dolar AS pada 2015.

Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Solikin M Juhro di Bandung, Sabtu (20/2), mengatakan, aliran masuk modal asing meningkat, terutama di pasar Surat Utang Negara (SUN). Hal ini sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi Indonesia dan meredanya risiko pasar keuangan global.

"Sampai dengan pertengahan Februari 2016 ini, sudah ada dana masuk sebesar Rp 33 triliun," kata Solikin.

Solikin menjelaskan, investasi swasta diharapkan akan meningkat, seiring dengan dampak paket kebijakan pemerintah yang terus digulirkan dan pemanfaatan ruang pelonggaraan  moneter secara terukur dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Persepsi positif investor dikarenakan penurunan BI Rate dan paket kebijakan pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi, serta semakin didorong oleh stimulus fiskal, khususnya realisasi pembangunan proyek infrastruktur yang semakin cepat.

Tren penurunan harga minyak dunia diharapkan dapat mendorong penurunan tekanan inflasi. Inflasi tahun 2016 diyakini akan berada di sekitar titik tengah kisaran sasaran inflasi 4,0 plus minus satu persen. Defisit transaksi berjalan diperkirakan terkendali di bawah tiga persen PDB.

"Kita (BI) perkirakan pertumbuhan ekonomi 5,2 hingga 5,6 persen pada tahun ini," kata Solikin.

Sementara itu, penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) primer sebesar satu persen diyakini dapat mengurangi risiko keketatan likuiditas perbankan ke depan. Penurunan GWM Primer Rupiah satu persen akan menambah likuiditas rupiah Rp 34,4 triliun.  Menurut Solikin, penurunan GWM tersebut diharapkan dapat mendorong konsumsi masyarakat hingga lima persen. 

Baca juga: Pemerintah Minta Investor Memperluas Produksi Hasil Tambang

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement