Rabu 10 Feb 2016 08:09 WIB

Keuangan Syariah Masih Prospektif Meski Harga Minyak Anjlok

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nur Aini
Keuangan syariah, ilustrasi
Keuangan syariah, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Prospek keuangan syariah dinilai masih bagus dengan menguatnya investasi syariah, meskipun tekanan harga minyak tetap tak terelakkan.

Gubernur Bank Sentral Bahrain Rasheed al-Maraj mengatakan, meski menghadapi tantangan belakangan ini, pertumbuhan keuangan syariah di Timur Tengah dan Asia Tenggara masih bagus. ''Permintaan produk syariah masih banyak. Dengan makin matangnya industri keuangan syariah, permintaan itu akan bisa dipenuhi,'' kata al-Maraj seperti dikutip Bernama, Selasa (9/2).

Al Maraj juga menekankan, amat penting bagi industri untuk mengatasi tantangan yang ada dengan antisipasi jangka panjang seperti edukasi dan pelatihan untuk memastikan SDM profesional mampu memenuhi permintaan yang makin meningkat. Untuk itu, Bank Sentral Bahrain bekerja sama dengan sejumlah lembaga seperti AAOIFI dan IIFM untuk menciptakan standar kualitas yang makin baik.

Sektor keuangan syariah makin tumbuh dan makin dikenal tak hanya di wilayah asalnya, tapi juga oleh lembaga internasional seperti IMF yang sudah memasukkan keuangan syariah dalam satu bagian supervisinya. ''Tren ini yang kita harap akan terus berlanjut,'' ungkap al-Maraj.

Pusat Keuangan Islam Internasional Malaysia (MIFC) memprediksi, reksa dana syariah akan tumbuh 5,05 persen per tahun mencapai 77 miliar dolar AS pada 2019 yang didukung peningkatan minat investor Muslim dan non-Muslim.

Tekanan harga minyak yang terjadi sejak pertengahan 2014 lalu memang turut membawa imbas terhadap keuangan syariah. Aset keuangan syariah pada 2015 turun menjadi 60,2 miliar dolar AS dari 75,8 miliar dolar AS pada 2014.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement