REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berikan sinyal untuk meringankan kewajiban PT Freeport Indonesia untuk membayar uang jaminan pembangunan fasilitas pemurnian mineral tambang atau smelter.
Uang jaminan sebesar 530 juta dolar AS atau sekitar Rp 7,3 triliun ini sebelumnya diajukan pemerintah kepada Freeport sebagai syarat rekomendasi perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga. Selain uang jaminan, Freeport juga dikenai bea keluar 5 persen.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengungkapkan, PT Freeport Indonesia telah secara lisan meminta keringanan untuk membayarkan uang jaminan. Sampai saat ini, lanjut Sudirman, pemerintah masih menunggu permohonan resmi dari Freeport terkait negosiasi mengenai persyaratan perpanjangan izin ekspor ini.
Ia menegaskan, permintaan pemerintah atas uang jaminan pembangunan smelter ini merupakan tagihan komitmen kepada Freeport untuk menyelesaikan pembangunan smelter. Sehingga, menurutnya, opsi uang jaminan ini bisa saja diganti dengan bentuk lain selama Freeport masih bisa meyakinkan pemerintah untuk membangun smelter hingga kelar.
"Yang didiskusikan, kan mereka ini situasi keuangan juga lagi repot juga. Komoditas drop dan secara market mereka lagi sulit jadi disetorkan 530 juta itu akan memberatkan. Dan kita bisa mengerti sih. Cuma tadi kita ingin yakinkan mereka bahwa ya sudah tunjukkan bentuknya apa kesungguhan bahwa smelter bisa dilaksanakan," kata Sudirman, di sela rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (3/2).
Meski begitu, Sudirman menampik anggapan bahwa pemerintah lantas melunak dan menurunkan syarat bagi Freeport. Ia menilai, yang terpenting adalah smelter bisa dijamin pembangunannya dan operasi pertambangan di Mimika, Papua bisa tetap berjalan.
Sementara itu, Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyatakan bahwa tidak ada batas waktu penyerahan setoran dana jaminan pembangunan smelter PT Freeport Indonesia.
Menurutnya, selama dana itu belum diserahkan, tentunya tidak akan diberikan izin semacam izin ekspor konsentrat yang telah habis masa berlakunya pada tanggal 28 Januari 2016 yang lalu.
"Belum, nggak ada (batas waktunya), jadi namanya permohonan kan, selama permohonan belum dilengkapi ya, belum bisa diberikan izin (ekspor konsentrat), jadi prinsipnya begitu," ujar Bambang.