Rabu 03 Feb 2016 17:30 WIB

Kemenhub: KCIC Baru Ajukan Izin Kereta Cepat untuk Jarak 5 Km

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Batu Prasasti Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Foto: istimewa
Batu Prasasti Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Perkeretaapian Kementerian Pehubungan (Kemenhub) Hermanto Dwiatmoko mengatakan, dokumen yang sudah diterima Kemenhub dari PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) baru untuk tahap pembangunan lima kilometer (km), dari total jarak tempuh kereta cepat Jakarta-Bandung yang mencapai 142 km.

"Dokumen teknis yang kami terima adalah untuk Km 95 sampai Km 100, yang pada lintas tersebut terdapat tiga jembatan, dan satu terowongan sepanjang 2,04 km," ucapnya saat jumpa pers mengenai kereta cepat Jakarta-Bandung di Kantor Kemenhub, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (3/2).

Kemenhub, kata dia, akan mempelajari secara matang dan detail terkait dokumen sepanjang 5 km tersebut, lantaran pada area tersebut merupakan wilayah sesar/patahan yang berpotensi gempa bumi.

Hal ini seperti yang dilaporkan BMKG kepada Kemenhub dua hari lalu. "Kami terima surat dari BMKG yang menyampaikan beberapa hal terkait kewaspadaan, kami sudah sampaikan ke KCIC. Kesimpulan BMKG daerah tersebut berdekatan dengan sumber gempa bumi," lanjutnya.

Meski ia nyatakan, Cina sudah berpengalaman terkait pembangunan di wilayah yang rawan gempa, tepatnya di sekitar Km 88 yang sering terkena bencana longsor, namun ada baiknya jika tetap melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan melakukan kajian seismologi terkait hal tersebut.

Hermanto menyebut, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan juga kaget mengapa KCIC mendahulukan proses perizinan untuk area Km 95 hingga Km 100 terlebih dahulu, yang mungkin rada lebih sulit dibandingkan area lainnya .

"Pak Menteri (Perhubungan) kaget, kenapa yang diduluin yang ada terowongan, kenapa nggak yang gampang dulu, tapi nggak apa-apa itu terserah dia (KCIC)," sambung dia. 

Persoalan lain, ia katakan, ada pada dokumen yang masih berbahasa Cina, dan terpaksa dikembalikan untuk diubah ke dalam bahasa Indonesia atau Inggris.

Menurut Hermanto, hal ini merupakan pengalaman pertama menerima dokumen proyek dengan menggunakan bahasa selain Indonesia dan Inggris.

"Selama ini tidak ada (dokumen proyek mengunakan bahasa Cina). Kalau desain dari Jepang juga yang dipakai bahasa Inggris. Kalau cepat satu-dua bulan kelar yang lima Km. Km yang lain belum sampaikan ke kita," katanya menambahkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement