REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bersama DPR-RI dalam waktu dekat berencana mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera). Tujuannya memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Namun rencana tersebut tidak mendapat sambutan positif dari kalangan pengusaha.
“Kadin menghargai tujuan dari RUU Tapera, tapi kami keberatan dengan draft RUU yang akan membebankan sumber pendanaan perumahan tersebut dari pelaku usaha,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P Roeslani di Menara Kadin dalam siaran pers, Selasa (2/2).
Dia memaparkan, pelaku usaha sudah dibebankan biaya sebesar 10,24 -11,74 persen dari penghasilan pekerja. Rinciannya biaya tersebut yakni untuk program jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan (jaminan hari tua, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan pensiun), dan cadangan pesangon yang berdasarkan pengitungan aktuaria sebesar 8 persen.
Jika ditambah dengan rata-rata kenaikan UMP dalam lima tahun terakhir sebesar 14 persen, maka total beban pengusaha dapat mencapai sekitar 35 persen. Menurutnya, jika Program Tapera tetap dilaksanakan, target kepesertaan seharusnya lebih menyasar pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Pekerja Informal yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Kadin Indonesia menolak jika RUU Tapera memaksakan pengenaan beban bagi pemberi kerja atau perusahaan. Demikian pekerja juga akan terbebani karena akan dipungut 2,5 persen dari gaji paling banyak sebesar 20 kali dari upah minimum yang merupakan tambahan biaya dari total pungutan untuk pekerja saat ini yang sudah mencapai 4 persen.
“Kadin dengan dukungan asosiasi-asosiasi sektoral menolak RUU tersebut karena tidak sejalan dengan spirit utama penciptaan iklim investasi yang kompetitif,” kata Rosan. Ia pun berharap agar pemerintah dan DPR dapat membatalkan rencana pengesahan RUU Tapera tersebut yang memasukan beban iuran tambahan baik kepada pemberi kerja maupun pekerja.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menyatakan penolakan serupa. Ia menolak jika RUU disahkan dengan sumber pembiayaan untuk penyediaan perumahan rakyat dibebankan ke dunia usaha. “Persentase beban pungutan pengusaha dan pekerja saat ini kan sudah cukup besar, toh pekerja sudah memperoleh pembiayaan perumahan itu dari BPJS Ketenagakerjaan, seharusnya jangan dobel,” kata Hariyadi.
Iuran Tapera ini dianggap sebagai pelengkap iuran wajib lain yang telah berlaku, yakni iuran BPJS Kesehatan dan iuran BPJS Ketenagakerjaan. Iuran Tapera ditetapkan sebesar 3 persen dari upah sebulan. Iuran itu, sebesar 2,5 persen akan ditanggung pekerja dan 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja alias pengusaha.
Baca juga: Pekerja Informal akan Diwajibkan Bayar Iuran Tapera