REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga daging ayam kini semakin melonjak dengan harga Rp 40 ribu per potong. Kenaikan harga ini disebabkan oleh harga pakan ternak yang tinggi serta distribusi perdagangan yang panjang.
Ketua Umum Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) Ade M. Zulkarnain mengatakan kenaikan harga pakan ternak disebabkan oleh naiknya harga jagung sebagai bahan dasar pakan ternak. Selain itu, distribusi perdagangan ayam hingga konsumen memiliki rantai yang panjang.
"Harga naik karena harga jagung sebagai bahan dasar pakan ayam juga naik, lalu distribusi perdagangan ayam yang panjang," kata Ade Zulkarnain saat dihubungi Republika, Ahad (24/1).
Menurut Ade, untuk rantai distribusi perdagangan ayam, bisa dipotong apabila daging ayam potong yang sudah siap jual, langsung secara kolektif dijual ke sentra ayam. Alur distribusi lebih pendek yaitu dari peternakan ayam ke rumah pemotongan lalu di jual ke sentra perdagangan ayam di suatu kota, misal kota Jakarta.
"Di daerah sentra-sentra itu dibangun tempat usaha sendiri yang bisa langsung menjual ayam ke pasar-pasar. Sekarang kan nggak, dari peternak jual ke pedagang besar, pedagang kecil menjual ke pengecer ke penjual di pedagang pasar. Gimana nggak mahal," kata dia.
Selain itu, kebijakan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan yang lebih memihak ke komoditas daging sapi juga dinilai turut andil dalam kenaikan harga daging ayam. Padahal, kata Ade, daging ayam dan telur adalah komoditas yang lebih strategis dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat dibandingkan daging sapi.
Sehingga, untuk menurunkan harga daging ayam ini, pemerintah harus memperhatikan kedua hal itu. Juga membuat kebijakan untuk komoditas ayam.
"Dulu pernah ada restrukturisasi perunggasan, tapi tidak jalan. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah membantu sistim tata niaga jagung dan tata niaga ayam itu sendiri," kata dia.