Selasa 19 Jan 2016 18:28 WIB

KNKS Dinilai Perlu Terobosan untuk Kembangkan Keuangan Syariah

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nur Aini
Keuangan syariah, ilustrasi
Keuangan syariah, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) berharap banyak atas pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Kehadiran komite lintas kementerian dan lembaga ini diharapkan bisa membawa perubahan positif bagi industri perbankan syariah.

Sekretaris Jenderal Asbisindo Achmad K Permana mengatakan, kehadiran KNKS bak pucuk dicinta ulam pun tiba atau sangat dinantikan. Sebab, industri keuangan syariah sudah lama terjebak di bawah lima persen dan butuh inovasi untuk mendobrak itu.

Peran fasilitatif pemerintah dinilai jadi sangat dibutuhkan. Eksekusi amanat undang-undang dengan menempatkan dana haji di bank syariah dinilai sangat ampuh memberi likuiditas perbankan syariah. Saat ini ada sekitar 10-15 persen dari total Rp 76 triliun dana haji sudah disimpan di bank syariah.

''Dengan dana berkelanjutan, industri perbankan syariah tidak harus kompetisi dengan konvensional,'' ungkap Permana,di Jakarta, Selasa (19/1).

Industri keuangan syariah butuh dukungan dulu di awal supaya bisa bersaing. Karena itu, keberadaan KNKS diharapkan membawa terobosan agar keuangan syariah bisa tumbuh cepat.

Dia menyatakan Malaysia yang perbankan syariahnya bisa punya pangsa asar 25 persen karena regulasi memfasilitasi. Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juni 2015, aset BUS dan UUS nasional mencapai Rp 272,389 triliun. Angka ini tak banyak berubah dari akhir 2014 sebesar Rp 272,343 triliun.

Dana pihak ke tiga (DPK) perbankan syariah turun dari Rp 217,858 triliun menjadi Rp 215,339 triliun pada Juni 2015. Pembiayaan meningkat dari Rp 199,330 triliun menjadi Rp 203,894 triliun.

Namun, CAR turun dari 15,74 persen di akhir 2014 menjadi 14,09 pada Juni 2015. Rasio pembiayaan macet, NPF naik dari 4,33 persen menjadi 4,73 persen. FDR juga meningkat dari 91,50 persen ke 96,52. BOPO dari 94,16 persen ke 94,22 persen.

Sedangkan, laba naik tipis dari Rp 1,004 triliun menjadi Rp 1,317 triliun. Jumlah akun (NOA) bertambah dari 14,4 juta akun ke 14,8 juta akun.

Dalam Laporan Perkembangan Keuangan Islam (IFDR) 2015 yang dibuat ICD-IDB dan Thomson Reuters, bersama Malaysia, Pakistan, Bahrain, Nigeria dan Indonesia masuk lima besar negara yang memiliki regulasi lengkap keuangan syariah (perbankan, pasar modal, dan non-bank). Sementara dari tinjauan lingkungan regulasi yang tercermin dari jumlah aset industri keuangan syariah, Indonesia melorot ke urutan sembilan.

Baca juga: Komite Nasional Keuangan Syariah Bawa Harapan ke Industri

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement