REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa (12/1) pagi, bergerak menguat sebesar 25 poin menjadi Rp 13.855 dibandingkan posisi sebelumnya di level Rp 13.880 per dolar AS.
"Nilai tukar rupiah bergerak menguat terhadap dolar AS bersama dengan mayoritas kurs di kawasan Asia. Tekanan mata uang di kawasan Asia akibat turbulensi di pasar saham Tiongkok sepertinya mulai mereda," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Selasa (12/1).
Dari dalam negeri, lanjut dia, sentimen positif bagi nilai tukar domestik juga datang dari data Indeks Penjualan Ritel yang membaik pada periode November 2015. Data yang dirilis Bank Indonesia, indeks penjualan ritel Indonesia naik dari 8,8 persen menjadi 10,2 persen.
"Namun, meski fundamental ekonomi domestik terus menunjukan perbaikan, sentimen itu masih dibatasi oleh sentimen negatif dari eksternal," katanya.
(Baca: Tiga Alasan Rupiah Mudah Goncang)
Sementara itu, Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong mengatakan bahwa penguatan nilai tukar rupiah masih cenderung terbatas dikarenakan pelaku pasar uang masih khawatir oleh belum adanya kepastian dari kebijakan bank sentral Cina terhadap perekonomian dan mata uangnya.
"Sejak awal 2016 Cina terus menjadi sorotan, pelaku pasar terus mencermati data yang dapat mengukur seberapa tajam pelambatan di ekonomi terbesar kedua di dunia itu," katanya.
Di sisi lain, menurut dia, penguatan nilai tukar rupiah juga belum sepenuhnya ditopang oleh fundamental ekonomi domestik, pelaku pasar masih mencermati seberapa cepat pembangunan infrastruktur di dalam negeri dilaksanakan. Ia menambahkan bahwa pelaku pasar juga sedang menanti kebijakan dari otoritas moneter untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia.