REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebab ketersediaan daging sapi lokal belum mencukupi kebutuhan nasional, Pemerintah Indonesia masih melakukan impor di 2016. Kuota impor selama setahun telah disepakati dan ditetapkan, yakni 600 ribu ekor. Importir masih menanti realisasi impor tersebut dalam bentuk regulasi dan transaksi nyata.
"Yang penetapan 600 ribu itu kan masih dalam bentuk kesepakatan, izin impornya apakah sudah ada? Kita harap pemerintah tidak terlambat," kata Pengamat Peternakan dari Universitas Padjadjaran Rochadi Tawaf, Selasa (5/1).
annya lah yang harus dikawal. Izin impor harus segera terbit sehingga pelaksanaan impor sapi bisa diagendakan sejak awal tahun. Regulasi harus mengikuti iklim bisnis sebab harga sapi impor fluktuatif menyesuaikan musim dan iklim.
Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediayana mengatakan, penetapan kuota sapi impor maupun langkah pemerintah menyediakan sapi jangan dicampuri adu gengsi. Hitungan kebutuhan harus memperhatikan mekanisme pasar secara jujur.
"Jangan juga dibiarkan peredaran daging sapi ilegal di pasar tradisional dan modern karena akan mengganggu perhitungan," kata dia. Menurutnya, mekanisme pasar akan berjalan dengan catatan tidak ada daging ilegal yang masuk ke pasar.
Selain itu, pemotongan sapi betina produktif juga harus bisa dicegah. Dengan demikian, kebutuhan dan pasokan akan terlihat dengan sendirinya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedloter Indonesia (Apfindo) Joni Liano menyebut, berdasarkan perhitungan dalam forum group discussion yang dilakukan pemerintah dengan stakeholder kala menetapkan kuota impor sapi 2016, defisit sapi mencapai 780 ribu ekor.
Jumlah tersebut diperoleh berdasarkan data Badan Pusat Statistik dengan angka konsumsi sebesar 3,09 kg per kapita, pun mempertimbangkan jumlah sapi lokal yang bisa mendukung pemenuhan konsumsi tersebut. Namun keputusan akhir, ketetapan kuota hanya 600 ribu.