REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Optimisme perekonomian 2016 dinilai perlu berdasarkan pertimbangan realistis mengacu pada capaian tingkat investasi dan konsumsi tumah tangga.
"Optimisme 2016 harus realistis, investasi dan konsumsi rumah tangga seharusnya bisa menjadi momen mengembangkan hilirisasi industri," kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finances (INDEF) Enny Sri Hartati dalam Seminar Business Outlook 2016, Rabu (16/12).
Ia menilai ekonomi 2016 akan lebih baik dari pada 2015. Namun, hal itu perlu memperhatikan soal variabel yang bisa mendorong daya beli masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap lapangan pekerjaan masih 70 persen. Sementara, daya beli yang tinggi akan terkatrol jika mereka punya lapangan pekerjaan yang terbuka lebar.
Di sisi lain, anggaran yang berdampak langsung yakni Dana Desa, masih dinanti implementasi dan realisasinya. "Dana tersebut mandek di kantor kabupaten, membuat si dana belum terasa langsung ke masyarakat sasaran," katanya. Selain itu, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) bersubsidi dinilai belum optimal.
Data sampai akhir Oktober 2015 (dimulai dari Agustus), penyaluran KUR baru di angka Rp 5 triliun. Padahal pada periode sebelumnya dimulai dari Januari, penyaluran sudah mencapai Rp 39 triliun.
Hal lain yang patut jadi perhatian yakni di sisi perbankan. Dana pihak ketiga (DPK), terutama deposito yang masuk ke perbankan meningkat. Sayangnya, rasio kredit terhadap DPK, LDR turun di kisaran 10,9 persen dari target 15 persen. Inilah yang menurutnya menjadi penyebab matinya usaha menegah kecil dalam mendapatkan akses dana.