REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merancang kepastian status kayu legal dari hulu hingga hilir. Oleh karena itu, kementerian mencanangkan Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) berbasis online dan terintegrasi dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
"Kita diskusikan, ini sistem akan nyambung dengan SVLK, dari SVLK akan juga nyambung ke sistem ekspor, bea cukai, akan masuk lagi ke perdagangan juga," kata Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar di Jakarta, Selasa (15/12).
Ia menyinggung soal beda pendapat antara kementeriannya dengan Kementerian Perdagangan soal implementasi SVLK. Di satu sisi, KLHK menginginkan agar penerapannya dilakukan secara mandatory bagi pengusaha kayu hulu hingga hilir. Tujuannya meningkatkan daya saing dan menjamin legalitas kayu. Di sisi lain, Kemendag menelurkan peraturan agar pengusaha hilir tertentu bebas SVLK karena dipandang menghambat usaha kecil.
"Yang diminta Mendag itu kan, kalau hulunya sudah legal untuk apa hilirnya juga dilegalkan, saya jawab ke dia, jangan berasumsi sendiri, ayo kita duduk bareng, diskusi," ujarnya.
Persoalan utama perbedaan pandangan di antara keduanya, kata Siti, disebabkan birokrasi perdagangan yang belum mau duduk diskusi dengan birokrasi kehutanan. Oleh karena itu, ia akan melakukan pembicaraan di tingkat menteri. Menurutnya, Presiden sudah menyetujui hal tersebut.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK Ida Bagus Putera Parthama menegaskan, SVLK tetap dibutuhkan sebagai dokumen legalitas kayu. Legalitas kayu di hulu tidak menjamin pengelolaannya oleh pengusaha hilir yang legal. Oleh karena itulah, sistem implementasi SVLK harusnya dilakukan secara penuh. "Bukan cuma kayu yang harus dituntut legal, tapi pengusahanya juga," katanya.