REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN -- Himpunan Kerukunan Tani Indonesia menyebut sejumlah oknum pemilik penggilingan padi dan pedagang beras disinyalir melakukan praktik kotor dalam distribusi pangan. Oknum tersebut terlibat dalam sindikasi kartel dengan mempermainkan harga beras.
Praktik kartel kotor semacam itu sudah berlangsung lama. ''Harus diberantas, ini kalau mau harga beras di Tanah Air stabil dan terkendali,'' kata Kabul Subahid, Ketua HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Kabupaten Klaten, Senin (14/12).
Kabul mendesak pemerintah, berikut pemangku kepentingan, seperti, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), untuk segera turun tangan. Instansi tersebut harus cek ke lapangan, guna membuktikan praktik kotor yang dilakukan perusahaan penggilingan padi, tengkulak, atau siapapun yang turut terlibat dalam kartel beras.
''Kalau tidak segera diberantas, dari dulu sampai kapanpun, harga beras terus bergejolak. Kelangkaan beras suatu daerah terjadi, walau suatu daerah lain tengah panen raya. Paling tidak, pasar beras terus diombang-ambingkan pelaku kartel pangan,'' tegas Kabul.
Pernyataan Kabul ini, menanggapi Sidak (Inspeksi Mendadak) KPPU, Kementerian Pertanian (Kementan), dan Badan Pusat Statistik (BPS). Tim Sidak meninjau penggilingan padi milik Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) di Dusun Kepoh, Desa Bowan, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, beberapa hari lalu.
Sidak tersebut dilakukan, guna meneliti adanya dugaan praktik kartel beras, atau distribusi terputus yang mengakibatkan kelangkaan harga beras jenis medium di sejumlah daerah. Ketua KPPU, Syarkawi Rauf, membenarkan sinyalemen ini.
Sebelumnya, tim serupa juga diterjunkan menggelar Sidak di Pasar Induk di Cipinang, Jakarta Timur. Hasilnya, KPPU menerima laporan hilangnya peredaran beras IR-64 untuk kelas medium.
Sebaliknya, saat Sidak di Pasar Johar Karawang, KPPU justru menemukan stok beras medium melimpah ruah. Adapun stok tersebut diperoleh dari kawasan Jawa Tengah, seperti Kabupaten Demak dan Kabupaten Klaten. Sehingga KPPU bersama BPS dan Dirjen Kementan, menggelar penelitian, dan Sidak serentak di sentra produksi beras, seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.
Syarkawi menduga, ada sekitar lima hingga tujuh pemain besar di setiap provinsi yang menghambat pasokan besar. Sehingga menyebabkan harga beras menjadi tinggi. Suatu daerah terjadi kelangkaan beras. Daerah lain berkecukupan karena sudah panen raya.
Ada dugaan kuat, antara pemilik penggilingan besar dan pedagang besar mempermainkan harga. Bila hal ini terbukti, KPPU bakal menerapkan sanksi. Mulai dari pencabutan ijin usaha, hingga menjatuhkan denda Rp 25 miliar. Hal itu sesuai dengan pesan Presiden Joko Widodo yang mendukung penindakan tegas terhadap kartel pangan.