REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program perlindungan sosial bagi tenaga kerja di Indonesia dinilai masih sangat jauh tertinggal dibandingkan banyak negara lain. Pemerintah dinilai belum memenuhi banyak ketentuan internasional.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Jaminan Sosial Nasional (PKJSN) Ridwan Max Sijabat mengatakan, salah satu ketentuan internasional yang belum dipenuhi pemerintah adalah mengenai jaminan pengangguran. Dia mengatakan, jaminan pengangguran menjadi ketentuan Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) selain jaminan kesehatan, jaminan sakit, dan jaminan hari tua.
Di negara-negara lain, kata Ridwan, pemerintahnya memberikan jaminan pengangguran kepada tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja atau terpaksa berhenti bekerja karena mengalami sakit parah, cacat, atau sejenisnya.
"Nilainya memang tidak besar, tapi bisa menyambung kebutuhan hidup sehari-hari atau sampai mendapat pekerjaan lagi," kata Ridwan dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta, Senin (12/14).
Ridwan menilai pemerintah sampai saat ini belum memikirkan untuk memberikan jaminan pengangguran tersebut. Padahal, jaminan tersebut sangat penting bagi kelangsungan hidup tenaga kerja. "Kalau di kita, saat pekerja sudah dipecat, ya sudah itu menjadi nasib masing-masing," ujarnya.
Belum adanya jaminan pengangguran membuat para tenaga kerja yang terkena PHK akhirnya harus mencairkan jaminan hari tua. Padahal, jaminan hari tua sejatinya menjadi tabungan para tenaga kerja saat memasuki usia pensiun yakni 56 tahun.
"Karena mereka tidak ada duit untuk menyambung hidup, akhirnya terpaksa mencairkan jaminan hari tua," ucap dia.