REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Kalangan internasional menyarankan Pemerintah Indonesia untuk tidak menerapkan pengampunan pajak. Kebijakan ini dinilai lebih banyak dampak negatifnya ketimbang positifnya.
Profesor Harvard Kennedy School Jay K Ronsegard mengatakan, pengampunan pajak bukanlah cara tepat untuk meningkatkan penerimaan pajak. "Saya pikir, pengampunan pajak adalah ide yang buruk," kata Ronsegard dalam acara Forum Internasional Ekonomi dan Kebijakan Publik yang digelar Kementeria Keuangan di Nusa Dua, Bali, Jumat (11/12).
Ronsegard menjelaskan, ada dua alasan utama mengapa pengampunan pajak tidak tepat untuk dilakukan. Pertama, jelas dia, kebijakan ini akan menimbulkan kecemburuan bagi wajib pajak yang selama ini patuh dalam membayar pajak.
Wajib pajak tersebut pun akhirnya berpikir bahwa mereka tidak akan lagi membayar pajak dengan benar. "Mereka akan berpikir bahwa buat apa mereka membayar dengan benar kalau yang tidak patuh selama ini justru diberikan pengampunan," ujar Ronsegard.
Selain itu, tambah dia, pengampunan pajak berpotensi menurunkan penerimaan pajak dalam jangka panjang. Sebab, para wajib pajak akan berpikir bahwa mereka lebih baik menunggu program pengampunana pajak selanjutnya untuk membayar pajaknya. "Kalau ada pengampunan pajak, maka anda pasti akan menunggu pengampunan pajak berikutnya," ucap dia.
Hal senada diungkapkan Direktur Departemen fiskal IMF Michael Keen. Menurut dia, tidak ada urgensi bahwa Indonesia harus menerapkan pengampunan pajak.
"Saya setuju dengan Jay Ronsegard. Saya tidak punya argumen yang kuat mengapa amnesti pajak harus diberikan," ujar Keen.
Baca juga: Kekurangan Penerimaan Pajak Bisa Tembus Rp 250 Triliun